Lembaga DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai tak peka merespons aspirasi pedagang yang mengeluhkan keberadaan retail modern yang kian menjamur di Kota Sampit. ”Saya mengamati hak untuk meminta RDP (rapat dengar pendapat) dari masyarakat tersebut tebang pilih dilakukan lembaga DPRD Kotim. Kecuali bermanfaat dan ada tujuan tertentu untuk kepentingan oknum, baru cepat direspons dan dilaksanakan,” kata Riduan Kesuma, pemerhati politik dan kebijakan publik di Kotim, Rabu (1/3).
Riduan mengkirik lembaga tersebut yang tak kunjung merespons surat pengaduan warga. Padahal, jadwal di lembaga tersebut dinilai longgar. Setiap warga negara harusnya sama kedudukannya di mata hukum. Karena itu, apabila ada warga Kotim yang menyampaikan permasalahan atau meminta RDP, hendaknya disikapi secara arif dan bijaksana. ”Masyarakat menyampaikan hal tersebut supaya jelas akar masalahnya. Kita ambil contoh awal pendirian retail, diizinkan hanya 15 outlet. Namun, kenyataannya melebihi. Bahkan, di kecamatan yang dekat dengan pasar didirikan dua outlet. Hal ini karena tidak jelasnya regulasi dari pemerintah dan dasar penetapan di wilayah mana yang bisa dibuat dan wilayah mana yang tidak boleh, sehingga menimbulkan anggapan ada permainan dalam penerbitan izin usaha tersebut,” ujar Riduan.
Menurutnya, RDP merupakan ruang untuk mengkaji ulang kebijakan pemerintah daerah yang dipandang dari aspek kemaslahatan masyarakat dan ekonomi. Termasuk regulasi lainnya yang mengatur. ”Kalo boleh jujur, coba pihak perizinan buka ruang untuk publik dalam bentuk diskusi dan sajikan dasar hukum, termasuk dari sisi ekonominya untuk penerbitan izin tersebut. Di samping itu, anggota dewan semua dapil mengawasi implementasinya di lapangan. Jangan anggota dewan seolah cuek terhadap masalah ini,” ujarnya. Dia menambahkan, RDP jangan dianggap sebagai wadah penghakiman salah satu pihak, tetapi bagaimana penyelesaian permasalahan dengan duduk bersama. ”Kami tidak alergi adanya investasi ekonomi seperti Alfamart dan Indomart atau sejenisnya, tapi aturlah yang baik supaya masyarakat juga bisa berusaha,” katanya.
Riduan mengharapkan DPRD Kotim lebih peka terhadap keluhan masyarakat, terutama menyangkut masalah ekonomi. ”Ini menyangkut hajat hidup masyarakat kita sendiri. Ada ratusan bahkan ribuan pedagang yang bergantung hidup dari warung-warung kecil itu,” katanya. Sementara itu, perwakilan pedagang di Kota Sampit Rui Joaquim mengaku sudah apatis terhadap sikap DPRD Kotim, karena belum ada kejelasan usulan mereka untuk pelaksanaan RDP. Dia berencana akan menghadap Kepala DPMPTSP yang baru dilantik, Diana Setiawan, untuk menyampaikan persoalan dan keluhan mereka.
”Kami berencana akan menemui kadis yang baru terkait masalah ini,” kata Rui. (ang/ign)