Operasi aparat kepolisian terhadap tambang galian C di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mengeruk keuntungan dengan menaikkan harga pasir uruk dan cor hingga seratus persen. Parahnya, penjual yang memanfaatkan momentum itu disinyalir sama-sama tidak mengantongi izin. Kondisi demikian membuat sejumlah sopir hingga warga yang memerlukan material bangunan tersebut menjerit. Di sisi lain, hal tersebut juga bakal berpengaruh terhadap proyek pemerintah daerah juga akan berjalan. Saat ini hanya satu tambang galian C yang beroperasi di Jalan Jenderal Sudirman km 11 Sudirman.
”Saya pusing. Bikin rumah materialnya sulit untuk pasir dan tanah uruk. Kalaupun ada harganya mahal sekali. Sekarang tanah uruk saja sudah Rp450 ribu. Naiknya berlipat ganda,” kata Johan, salah seorang warga Kotim, Rabu (29/3). Johan melanjutkan, biaya pembangunan pun akan membengkak ketika harga material terus naik. Dia berharap harga di pasaran bisa dikendalikan pemerintah agar tidak kian mencekik. Awalnya harga pasir uruk dan cor masih di bawah Rp280 ribu per ritnya.
Tingginya harga material bangunan tersebut jadi sorotan aktivis Kotim Audy Valent. Menurutnya, momentum kelangkaan pasir itu digunakan pengusaha untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. ”Pemerintah daerah harus turun tangan cek ke lapangan. Sepertinya pengusaha galian C yang masih bisa jalan menggunakan aji mumpung. Ini akan mengacaukan sistem penjualan, khususnya material galian C,” ujar Audy. Menurut Audy, harga saat ini mulai di atas Rp450 ribu untuk tanah uruk, sedangkan pasir cor Rp850 ribu lebih. Padahal, sebelumnya harga tanah uruk rata-rata Rp250 per rit, sedangkan pasir cor Rp550-600 ribu. Hal itu juga dinilai akan berpengaruh terhadap proyek pemerintah.
”Tidak berapa lama lagi proyek pemerintah anggaran 2023 akan dilaksanakan, khususnya proyek fisik. Apabila tidak ada juga pengendalian harga seperti semula, yang jadi korban adalah kontraktor dan bisa jadi akan ada proyek mangkrak yang disebabkan anggarannya membengkak,” ujarnya.
Audy mendukung upaya penegakan hukum kepada oknum pengusaha galian C yang selalu berlindung dan berdalih untuk kepentingan masyarakat untuk tetap operasional. Padahal, dimanfaatkan untuk menarik keuntungan pribadi. ”Kami juga meminta penegak hukum dan instansi terkait melakukan pengecekan persyaratan pengusaha tambang yang saat ini sedang jalan. Periksa izin Amdal, RKAB, dan titik koordinat di mana izin itu diberikan. Kami mencurigai ijin galian C yang sedang berjalan setengah bodong, dalam artian memiliki izin, tapi tidak melengkapi persyaratan yang ditetapkan, terus ujug-ujug langsung kerja,” katanya. (ang/ign)