Aparat kepolisian kembali bergerak menertibkan tambang ilegal jenis galian C di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Penegakan hukum tersebut menjadi dilematis, karena dikhawatirkan akan kembali mengerek harga material bangunan; pasir dan uruk. Operasi yang digelar Polres Kotim tersebut menyasar galian C di Jalan Jenderal Sudirman kilometer 14, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Namun, penggerebekan tersebut belum menyentuh pengusaha yang memodali tambang bodong itu. Polisi baru mengamankan operator alat beratnya.
”Dalam kasus ini, satu orang pelakunya kami amankan,” kata Kasat Reskrim Polres Kotim AKP Lajun Siado Rio Sianturi di Mapolres Kotim, Kamis (13/4). Lajun menuturkan, pengungkapan tersebut berdasarkan laporan masyarakat, bahwa di lokasi terjadi penambangan galian C yang diduga tanpa izin. Pihaknya langsung bergerak melakukan penyelidikan hingga akhirnya menggerebek aktivitas ilegal tersebut.
Selain menciduk operator ekskavator, polisi juga mengamankan alat berat tersebut. Adapun mengenai pengusaha atau pemodal tambang tersebut, masih didalami pihaknya. ”Kasus ini masih dalam pemeriksaan,” ujarnya. Gencarnya penertiban galian C ilegal di Kotim sebelumnya berdampak terhadap meroketnya harga pasir dan tanah uruk. Material utama bangunan tersebut naik sampai seratus persen. Warga yang sedang membangun rumah atau bangunan lainnya menjerit. Termasuk pengembang perumahan yang tengah membangun rumah subsidi program pemerintah pusat.
Penertiban polisi juga memaksa ratusan sopir truk yang bergantung pada cuan tambang menggelar aksi bersama pengusaha galian C ke DPRD Kotim, 8 Maret lalu. Mereka tak bisa bekerja dan tak ada pemasukan akibat terhentinya aktivitas galian C. Razia tambang bodong tersebut memang dilematis. Pengusaha yang mengantongi izin galian C di Kotim sangat minim, sehingga ketika ada penertiban, pasokan pasir dan tanah uruk kian seret. Masyarakat ikut dirugikan dengan naiknya harga material bangunan yang dihasilkan aktivitas tersebut.
Ketua Fraksi Partai Demokrat SP Lumban Gaol mengatakan, persoalan izin galian C tersebut memang harus segera diselesaikan. Di satu sisi, aparat juga tak bisa disalahkan, karena menindak sesuai tugas dan fungsinya. Menurut Gaol, Bupati Kotim Halikinnor bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Kotim sebenarnya telah melakukan pertemuan, membahas galian C yang menyebabkan masalah tersebut. Dari pertemuan itu, beberapa izin galian C yang ada belum lengkap. Namun, tetap bisa beroperasi untuk memenuhi pasokan pasir dan tanah uruk.
”Tentu dengan harapan pengusaha sambil melengkapi selama beroperasi itu. Dan penegak hukum, khususnya kepolisian harusnya mengerti dan memahami situasi ini dengan bijak. Kita semua sepakat aturan memang harus ditegakkan,” ujar SP Lumban Gaol. Gaol melanjutkan, persoalan galian C tersebut juga lantaran oknum pengusaha selama ini terlena dengan kegiatannya yang tak berizin. Mereka memilih tetap operasional dengan izin abal-abal, sehingga ketiga ada operasi penegakan hukum, mereka terjaring.
”Kami juga mengharapkan agar para pengusaha galian C yang sudah mengurus kelengkapan izin usahanya agar bisa menyampaikan progresnya. Apakah ada kendala yang menyulitkan atau bagaimana. Bila ada, sampaikan ke pemerintah atau DPRD bila memang dirasa perlu,” ujarnya. Kepada pengusaha galian C yang sedang beroperasi, Gaol meminta agar tak memanfaatkan momentum penertiban dengan menaikkan harga pasir dan tanah uruk seenaknya. Pasalnya, harga tersebut harusnya tetap mengacu pada harga satuan yang dikeluarkan pemerintah dalam peraturan bupati. ”Bila pengusaha merasa harga satuannya sudah tidak relevan lagi, silakan menyampaikan ke pemerintah daerah untuk ditinjau ulang. Jangan menaikkan harga suka-suka, karena kita punya aturan yang mengikat,” tegasnya. Catatan Radar Sampit, keluhan mengurus izin galian C sejatinya telah disampaikan pengusaha saat aksi di DPRD Kotim beberapa waktu lalu. Salah satu pengusahanya, Ririn Rosyana, menegaskan, pihaknya sebenarnya tidak ingin melanggar hukum. Di sisi lain, bisnis yang mereka jalani sebenarnya bukan ilegal.
Pihaknya mengantongi izin hingga Januari 2023. Akan tetapi, ketika ingin memperpanjang izin, mereka kesulitan. Apalagi aturan baru proses perizinan pertambangan dikembalikan ke pemerintah provinsi. ”September 2022 saya menanyakan prosedur izin. Tapi, di provinsi juga belum ada petunjuk mengenai pengembalian izin itu ke daerah. Kami sebenarnya menunggu. Sampai detik ini, kami, pengusaha galian belum tahu. Kami sudah coba masuk ke OSS (Online Single Submission/perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, Red), tapi belum ada hasil,” ujar Ririn.
Mantan legislator Kotim ini menuturkan, proses perizinan harus dimulai dari awal. Ketika itu, dia menyampaikan, surat pengajuan memperoleh rekomendasi dari Bupati Kotim tersangkut di meja Sekda Kotim. ”Surat kami sudah di ruangan Sekda. Belum ada tindak lanjut. Katanya ada razia, kami hentikan dulu galian kami dan kami bermohon agar ada solusi bagi kami yang mengurus. Kami siap mengurus perizinan,” ujarnya.
Berdasarkan data Pemkab Kotim, ada sekitar 71 izin galian C di Kotim. Sebagian masih hidup, namun terkendala operasional yang tidak mengantongi Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebagai syarat untuk operasional produksi. (sir/ang/ign)