SAMPIT – Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor meminta camat se-Kotim memaksimalkan pemberian protein hewani berupa telur dan susu kepada anak-anak yang terindikasi stunting. Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan dana desa atau pihak ketiga.
”Camat saya minta maksimalkan pemberian protein hewani berupa telur dan susu kepada anak-anak yang terindikasi stunting dengan menggunakan dana desa maupun dana pihak ketiga perusahaan," kata Halikinnor, Kamis (13/7).
Berdasarkan target pemerintah pusat, data bayi dan balita yang terinput dalam aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) setiap bulannya minimal 60 persen. Namun, rata-rata data yang masuk ke aplikasi EPPGBM setiap bulan pada 2023 hanya sebesar 24 persen.
”Ini artinya belum mencapai target pemerintah pusat. Untuk itu, saya meminta perangkat daerahnya untuk memaksimalkan memasukkan data bayi dan balita ke aplikasi EPPGBM sebagaimana target pemerintah pusat, sehingga kita dapat mengetahui secara pasti jumlah dan sebaran prevalensi stunting di Kotim," ujarnya.
Dia juga meminta koordinasi ditingkatkan dengan pihak terkait, serta memaksimalkan memasukkan data bayi dan balita dalam aplikasi EPPGBM, dan kunjungan masyarakat ke posyandu.
Menurutnya, Pemkab Kotim telah melakukan berbagai langkah dalam percepatan penanganan stunting, antara lain optimalisasi anggaran dan pelaksanaan program secara terintegrasi pada perangkat daerah dan lintas sektor. Baik secara spesifik maupun sensitif.
Kemudian memaksimalkan peran serta masyarakat peduli stunting, seperti kegiatan pos bunda tanggap stunting, pos gizi masyarakat gerakan bersama berantas stunting, dan lainnya. Selanjutnya, memaksimalkan peran desa melalui anggaran desa dalam penanganan stunting.
Upaya lainnya, memaksimalkan keterlibatan dunia usaha dan peran pihak ketiga, khususnya di wilayah kerja terdekat. Seperti pemberian makanan tambahan dan pembangunan sarana prasarana air bersih.
Selain itu, melaksanakan berbagai inovasi dalam penanganan stunting. Salah satunya menggelar lomba penilaian antar kecamatan se-Kotim dalam pencegahan dan penurunan stunting.
Desa lokus stunting tahun 2024 sebelumnya ada sebanyak 16 desa. Berkurang 6 desa dari tahun 2023 yang sebesar 22 desa. Menurut Halikinnor, penyelesaian masalah stunting tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu singkat. Sebab itu, perlu komitmen bersama agar penanganan masalah tersebut dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan.
”Masalah stunting tidak hanya menjadi tugas pemerintah daerah saja, tetapi menjadi tugas kita semua. Termasuk masyarakat itu sendiri dan kepedulian dari pihak ketiga yang berada di wilayah terdekat dari lokasi desa lokus stunting," katanya. (yn/ign)