Senin (27/7) lalu, Satpol PP Kotim menangkap bos atau koordinator pengamen dan pengemis di Sampit, Ms (43). Perempuan tersebut diciduk bersama sejumlah barang bukti. Dia kepergok tengah mengintai pergerakan Satpol PP, sebagai antisipasi apabila digelar penertiban. Adapun barang bukti yang diamankan, yakni uang tunai Rp2,1 juta, handphone, emas senilai total Rp51.835.500 dengan 21 kuitansi pembelian, serta perak sejumlah Rp965.600 dengan 14 lembar kuitansi. Perhiasan mewah itu disinyalir hasil dari aktivitas mengamen dan mengemis yang dilakukan dengan mengerahkan sejumlah anak-anak.
Ms diciduk bersama empat orang lainnya. Mereka lalu diberikan pembinaan oleh Dinsos Kotim selama dua hari dan dipulangkan pada Rabu (26/7). Para pengamen dan pengemis, serta Ms selaku koordinator, hanya diminta membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya menjadi pengemis ataupun pengamen jalanan. Selain itu, semua barang bukti yang diamankan Satpol PP sebelumnya juga telah dikembalikan, kecuali alat untuk mengamen atau mengemis.
”Barang bukti ditangani langsung Satpol PP. Kami (Dinsos Kotim) hanya memberikan pembinaan. Apabila memang terbukti bersalah yang bersangkutan mengeksploitasi anak, maka pihak kepolisian yang berhak menyelidikinya,” kata Wiyono, Kepala Dinsos Kotim melalui Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial dan Penyandang Disabilitas Dinsos Kotim Sumidi, Jumat (28/7).
Sumidi menuturkan, pihaknya juga berupaya mencari solusi. Apabila ada lowongan pekerjaan ataupun ada dibuka pelatihan kerja, pengamen dan pengemis itu bisa mengikuti agar memiliki keterampilan, sehingga mereka mandiri menghasilkan uang dari hasil bekerja, bukan mengemis atau minta-minta uang di jalanan. Sementara itu, alih-alih sanksi tegas, perintah Bupati Kotim Halikinnor agar bos pengamen dan pengemis yang tertangkap diberi efek jera juga tak berjalan. Halikinnor meminta kepada mereka yang mengoordinir aktivitas para gelandangan dan pengemis, salah satunya Ms, diberikan sanksi sosial.
Sanksi itu bisa berupa mengekspose atau menyebarkan foto koordinatornya. Tujuannya, agar tidak kembali melakukan eksploitasi terhadap anak-anak.
”Saya yakin koordinatornya tidak hanya yang diamankan saat ini. Saya yakin masih ada yang lain. Paling tidak dengan memberi sanksi sosial, yang lain akan berpikir ulang melakukan hal itu,” ujar Halikinnor, Rabu (28/7).
Tak adanya sanksi tegas terhadap bos pengamen dan pengemis menjadi sebuah ironi. Pasalnya, mengacu regulasi yang diterbitkan Pemkab Kotim, pemberi uang justru bisa terancam kurungan penjara tiga bulan dan denda maksimal Rp25 juta.
Hal itu termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Kotim Nomor 10 Tahun 2021 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Pada Pasal 22 Huruf B disebutkan, ”Setiap orang dan atau badan dilarang memberi uang dan atau barang dalam bentuk apapun kepada badut, pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil, dan kegiatan lainnya di fasilitas umum, persimpangan dan atau kawasan jalan”.
Catatan Radar Sampit, Ms merupakan pemain lama. Upaya penertiban Satpol PP terhadap ibu dari 12 anak tersebut selama ini terbukti tak mempan menghentikan aktivitasnya mengoordinir sejumlah orang, termasuk anak di bawah umur, untuk minta-minta di jalanan. Baik mengamen atau mengemis.
Mengemis seolah sudah mendarah daging bagi Ms. Dia mewariskan ”bakatnya” itu pada anak-anaknya, hingga mereka tak mengenyam pendidikan di sekolah. Bahkan, ada yang tidak bisa membaca dan menulis.
Anak-anaknya diajarkan mencari uang dengan cara mengemis, karena sudah merasa mencari uang lebih mudah daripada bekal pendidikan. Bahkan, dari hasil mengemis Ms memiliki mobil, motor, ponsel, dan perhiasan emas serta perak bernilai puluhan juta rupiah. (ang/hgn/ign)