Sejumlah anggota DPRD Kotim mempertanyakan jenis usaha yang dijalankan anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Hapakat Betang Mandiri. Pasalnya, usaha yang dijadikan andalan harus jelas dan diketahui publik, mengingat perusda tersebut meminta suntikan dana berupa penyertaan modal senilai Rp50 miliar sampai tahun 2027. ”Itulah yang menjadi pertanyaan kami di Bapemperda. Dalam diskusi kami mempertanyakan itu. Sebenarnya siapa sih Betang Hapakat Mandiri yang datang ujuk-ujuk, meminta pernyertaan modal dengan nilai fantastis ini,” kata anggota DPRD Kotim Abdul Kadir.
Selama ini, kata Kadir, pihaknya tidak pernah mengetahui anak usaha BUMD Habaring Hurung tersebut. Di sisi lain, dalam kurun empat tahun terakhir, BUMD tersebut mati total dan tidak ada kegiatan, sehingga mereka kaget dengan munculnya Raperda Penyertaan Modal untuk anak usahanya, PT Hapakat Betang Mandiri. ”Saya ada koordinasi dengan teman-teman di Komisi II yang membidangi urusan BUMD, tadinya belum pernah ada ekspos di lembaga soal profil PT Hapakat Betang Mandiri ini,” kata Kadir.
Apalagi, ujar Kadir, usaha tersebut pada prinsipnya sudah mengarah kepada sektor bisnis, sehingga mengesampingkan fungsi sosial. Hal itu membuat pihaknya hati-hati ikut menyetujuinya, karena bisa menjadi persoalan hukum di kemudian hari. ”Justru kita ini tersandera lagi selama lima tahun ke depan, membayar penyertaan modal ini kepada BUMD dan itu suka tidak suka, mau tidak mau harus dilaksanakan, karena sudah menjadi perintah hukum, yakni perda tadi,” ujar Abdul Kadir. Bahkan, lanjutnya, saat persoalan ini dikonsultasikan ke Biro Hukum Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah pun menjadi pertanyaan, apa yang mendasari penyertaan modal? Padahal, usaha yang dijalankan tidak jelas. ”Ini sudah dituangkan dalam perda dan sifatnya mengikat, harus dilaksanakan. Ini sama seperti multiyears dan ini mewariskan utang penyertaan modal ke depannya,” ungkap dia.
Menurut Abdul Kadir, Fraksi Golkar sudah memberikan banyak catatan tentang keberadaan BUMD. Apalagi saat ini kondisi keuangan daerah sedang tidak sehat. Ada ikhtiar dari pemerintah daerah untuk melakukan rasionalisasi anggaran tahun 2023 agar berfokus pada pembayaran tunggakan utang. Fraksi Golkar mendorong usaha yang dilakukan Pemkab Kotim untuk penyehatan keuangan daerah, sehingga 2024 betul-betul sehat.
PT Hapakat Betang Mandiri rencananya akan bergerak di bidang pabrik pengolahan limbah medis pertama di Kalimantan Tengah, bekerja sama dengan PT Bumiresik Nusantara Raya. Pemkab Kotim telah menandatangani perjanjian kerja sama fasilitasi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis di Kotawaringin Timur antara BUMD PT Hapakat Betang Mandiri dengan PT Bumiresik Nusantara Raya. Limbah medis B3, seperti masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, alat suntik bekas, set infus bekas, alat pelindung diri bekas, dan lainnya yang dihasilkan dari kegiatan medis, harus dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban keuangan pembiayaan limbah medis di rumah sakit. Selain itu, juga menjadi upaya menambah pendapatan daerah dari limbah medis dan B3 di Kotim maupun daerah lain di Kalteng. Bupati Kotim Halikinnor mengatakan, selama ini Pemkab Kotim mengeluarkan biaya sekitar Rp2 miliar untuk penanganan limbah medis di rumah sakit dan puskesmas. Kehadiran pabrik tersebut nantinya dapat menekan anggaran pengolahan limbah medis, sekaligus mendongkrak pendapatan daerah.
Usaha tersebut diharapkan dapat menjangkau semua limbah medis di Kalteng, mengingat potensi bahan baku pabrik diperoleh dari limbah rumah sakit dan lainnya. Untuk itu, segala hal yang berkaitan dengan pembangunan pabrik, baik anggaran, perizinan, dan lainnya, dapat dikelola dengan baik antara PT Hapakat Betang Mandiri dan organisasi perangkat daerah terkait, sehingga percepatan pembangunan pabrik dapat dilakukan sesuai rencana waktu yang tertuang dalam perjanjian yang ditandatangani. Pabrik ini nantinya diharapkan bukan hanya mengolah limbah medis dan B3, tetapi juga mengolah limbah nonmedis. Ini diharapkan menjadi solusi kondisi menumpuknya sampah di tempat pembuangan akhir yang lokasinya juga sama dengan lokasi pabrik tersebut. Sementara itu, Direktur PT Hapakat Betang Mandiri Dina Fariza tak mempersoalkan penolakan keras dari dua fraksi di DPRD Kotim. Menurutnya, dasar hukum penyertaan modal itu telah disetujui di DPRD Kotim. ”Kan perdanya sudah disahkan,” katanya.
Dia juga menegaskan, usaha yang akan dijalankan PT Hapakat Betang Mandiri jelas bukan seperti BUMD induknya, PT Habaring Hurung. ”Yang mereka tidak ketahui, usaha yang dilakukan adalah Habaring Hurung, bukan Hapakat Betang Mandiri. Habaring Hurung sebagai holding company yang memang menjalankan peran administrasi, anak-anak perusahaannyalah yang menjalankan unit usahanya. Sudah tercantum pada Perda Nomor 10 tahun 2016 tentang Pembentukan BUMD,” katanya. (ang/ign)