Proyek sumur bor yang dibangun sebagai upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kotawaringin Timur, gagal total membantu upaya petugas di lapangan. Uang rakyat yang digelontorkan akhirnya terbuang percuma. Salah satu sumur bor yang tak bisa dipakai berada di Kecamatan Cempaga. Kondisinya memprihatinkan. Padahal, dana yang digelontorkan untuk membangun sumur bor di tengah hutan perbatasan Cempaga-Kotabesi tersebut mencapai ratusan juta.
Pantauan Radar Sampit, proyek itu letaknya sekitar dua kilometer dari Jalan Tjilik Riwut. Lokasi itu dijadikan titik sumber air karena rawan kebakaran hutan dan lahan. Dibangun pada 2020 menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) DR Kotim dengan nilai sekitar Rp400 juta. Proyek tersebut kini berada dalam semak belukar. Tak pernah ada perawatan hingga pembersihan sejak selesai dibangun pada 2020. Bahkan, akses jalan masuk pun tidak bisa lagi digunakan. ”Sejak dibangun dulu, tidak pernah ada lagi diperiksa atau dicoba. Langsung ditinggalkan. Warga sebenarnya ingin memanfaatkan sumur itu, karena kalau tidak digunakan, biasanya akan rusak. Apalagi ini sudah tiga tahun tidak pernah dipompa dan lainnya,” kata Adi, warga setempat.
Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya menyesalkan banyak sumur bor bantuan Pemerintah Provinsi Kalteng yang tidak berfungsi. Sumur bor itu tidak bisa membantu sumber air pemadaman kebakaran hutan dan lahan. ”Sumur bor itu, kalau tidak ada kemarau, satu tahun atau bahkan tiga bulan saja tidak disedot, akan macet. Ini buang duit saja,” ujarnya. Menurutnya, lebih baik anggarannya digunakan untuk membeli tanah dan membuat embung. ”Kalau embung, walaupun tidak dipelihara, paling hanya banyak rumput, tapi masih ada airnya. Tapi, kalau sumur bor yang jauh dari permukiman itu, banyak yang tidak berfungsi,” ujar Halikinnor. Dia menilai embung akan lebih efektif dibanding sumur bor. ”Lebih baik BPBD dibantu instansi terkait lainnya mencari titik yang tepat untuk membuat embung. Kita beli tanahnya untuk membuat embung. Ini lebih efektif dibanding sumur bor,” katanya.
Sementara itu, upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan selama ini dinilai belum efektif. Hal itu terlihat dari karhutla yang masih marak saat kemarau. Pemerhati kebijakan publik Joni mengatakan, sebagian besar lahan di Kotim merupakan lahan gambut yang apabila terbakar, tak cukup hanya sekali pemadaman. Api masih terus menjalar hingga ke akar, sehingga perlu berkali-kali pemadaman untuk memastikan pemadaman tuntas.
Menurutnya, pemadaman lahan di atas lahan gambut cukup merepotkan. Perlu ada upaya pencegahan dengan cara memanfaatkan lahan kosong untuk ditanami tanaman atau pohon yang dapat menyimpan kandungan air di dalam tanah. ”Pencegahan yang utama dalam penanggulangan bencana karhutla dengan cara menanam tanaman di atas lahan gambut yang bisa menyimpan kandungan air di dalam tanah. Lakukan pembersihan lahan, jangan biarkan lahan kosong tidak terawat,” kata pria bergelar doktor lingkungan ini saat ditemui Radar Sampit di kediamannya, Selasa (12/9/2023).
Joni yang juga aktif sebagai guru di SMA Muhammadiyah Sampit juga telah memberikan contoh menanam tanaman hutan di Jalan HM Arsyad km 6 yang direncanakan seluas 2,5 hektare. ”Sekarang lahan yang sudah ditanami ada setengah hektare, lahan gambut itu dirawat dilakukan pembersihan rutin,” katanya. Pemkab Kotim perlu membuat kebijakan kepada pemilik lahan agar merawat dan memastikan lahannya tidak menganggur. ”Pemkab Kotim perlu membuat kebijakan agar lahan yang ada jangan sampai terlantar. Harus segera dimanfaatkan, ditanam atau disewakan pinjam pakai ke petani agar ditanami tanaman yang dapat menyimpan air di dalam tanah,” katanya. (ang/hgn/ign)