Sejumlah mata anggaran tak rasional di Sekretariat DPRD Kotim disinyalir merupakan praktik akut yang nyaris terjadi setiap tahun. Uang rakyat diduga kuat jadi bancakan dengan menggelembungkan anggaran pada berbagai item kegiatan. Kondisi yang jauh dari efisiensi, mengingat keuangan Pemkab Kotim tengah dilanda krisis. Setelah terungkapnya anggaran segelintir kegiatan dengan nilai tak rasional di DPRD Kotim, publik mencurigai ada yang tak beres di lembaga tersebut. Anggaran yang dialokasikan untuk televisi kabel, misalnya, tak rasional karena sampai 240 unit. Anggaran pembuatan kalender hingga photo booth, juga dinilai terlalu besar.
Radar Sampit menghimpun sejumlah komentar warga, selaku konstituen wakil rakyat di DPRD Kotim mengenai anggaran tersebut. Lebih sepuluh orang yang ditanya Radar Sampit, serempak menduga ada potensi penyimpangan dari anggaran tersebut. ”Itu baru sebagian kecil anggaran yang terungkap. Kemungkinan masih banyak lagi anggaran dengan nilai tak rasional,” ujar Nanang, warga Ketapang, Jumat (15/9/2023).
Anto, warga lainnya, justru mempertanyakan gembar-gembor Pemkab Kotim yang menyebut tengah dilanda kesulitan keuangan. Sementara di sisi lain, ada oknum yang seolah sengaja diduga menghambur-hamburkan anggaran. Dia juga menduga praktik demikian sudah jamak di lembaga tersebut. Akan tetapi, selama ini tak tersorot dan tak tersentuh aparat penegak hukum. Padahal, potensi penyimpangan sangat besar jika dilihat dari mata anggaran yang terungkap.
Adapun data anggaran tersebut diperoleh Radar Sampit dari salinan Dokumen Pelaksanaan Pergeseran Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPPA-SKPD). Dokumen tersebut resmi ditandatangani Sekda Kotim Fajrurrahman. Sejumlah contoh anggaran tak rasional, misalnya, dana untuk SMS masking. SMS masking merupakan layanan pesan berantai melalui ponsel dengan identitas pengirim yang muncul pada layar ponsel penerima merupakan organisasi/institusi dari pengirim yang sudah dikonfigurasi. Pengguna layanan bebas menentukan nama identitas pengirim SMS. Pesan singkat tersebut biasanya berupa pemberitahuan agenda rapat di DPRD dan kegiatan lainnya. Total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp35,19 juta untuk 5.866 kali pengiriman pesan.
Padahal, sejumlah penyedia layanan SMS masking mematok tarif yang jauh lebih murah. Anggaran sebesar itu seharusnya untuk pengiriman pesan yang mencapai ratusan ribu. Sebagai contoh, SMS making Indonesia menetapkan tarif untuk 50 ribu SMS sebesar Rp28.750.000. Adapun untuk jumlah SMS sebanyak 10.000 pesan, tarif yang dikenakan hanya sebesar Rp6 juta. Jauh lebih murah dibanding alokasi anggaran di Sekretariat DPRD Kotim sebesar Rp35 juta dengan jumlah 5.000 lebih SMS.
Anggaran janggal lainnya, langganan 240 unit televisi kabel dengan biaya per bulan sekitar Rp12 juta. Belum diketahui apakah televisi kabel tersebut dipasang di gedung DPRD Kotim atau tersebar di tempat lain. Sejumlah legislator mengaku, untuk langganan televisi kabel di kediamannya menggunakan dana pribadi. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kotim SP Lumban Gaol juga terkejut dengan mata anggaran yang tidak rasional di Sekretariat DPRD Kotim. Di antaranya, biaya berlangganan televisi hingga internet yang menelan angka ratusan juta setahun.
Menurut Gaol, anggaran langganan televisi lokal hingga ratusan unit tersebut jumlahnya memang bisa dikatakan tidak benar. Dia pun kaget ada 240 televisi kabel yang berlangganan di DPRD dengan biaya per bulan sekitar Rp12 juta. Artinya, dalam setahun mencapai Rp144 juta. Gaol memastikan pihaknya sebagai legislator tak pernah mengusulkan atau mengetahui anggaran tersebut. ”Sebaiknya ditelisik saja lagi, biar ke depan bisa lebih baik,” katanya. Gaol sepakat ada indikasi penggelembungan anggaran dari data anggaran tersebut. Dia juga mendorong agar anggaran di Sekretariat DPRD dibuka dan dikupas habis, supaya tidak ada permainan anggaran lagi ke depannya yang merugikan anggaran daerah. Bahkan, jika perlu, aparat penegak hukum bisa melakukan pemeriksaan hingga penyelidikan.
”Saya setuju dikupas bila memang dipaksakan pembengkakannya. Termasuk biaya sekretariat yang kalau itu benar, memang kurang masuk akal. Apabila itu terindikasi mark up, saya sependapat ditindaklanjuti, karena bagaimana pun juga sekretariat harus menjadi contoh untuk penertiban di instansi lain juga,” tegasnya.
Terkait adanya anggaran untuk SMS masking, Gaol mengaku menerima pesan singkat tersebut setiap kali agenda paripurna. ”Selain paripurna itu tidak ada. Mungkin sekali kirim SMS ke-100 orang dan sekarang zaman Android, saya lebih sering baca di grup WhatsApp saja daripada SMS itu,” katanya. Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kotim Rimbun yang membahas anggaran DPRD, mengaku tidak mengetahui persis pos anggaran yang terperinci tersebut. Pihaknya hanya membahas secara garis besar, tidak masuk sampai satuan kecil, seperti halnya langganan televisi kabel hingga ratusan unit tersebut.
Rimbun pun mengakui tidak mengantongi DPA Sekretariat DPRD. ”Anggota pun tidak punya DPA ini. Jadi, saya tidak bisa berbicara banyak juga,” katanya. (ang/ign)