Fantastisnya anggaran di DPRD Kotim dinilai memicu amarah publik. Pasalnya, masyarakat selama ini dikejar dengan urusan membayar pajak, namun anggaran tersebut ternyata digunakan untuk hal-hal janggal, cenderung mengarah ke penyimpangan untuk mengeruk keuntungan. Hal tersebut disampaikan Koordinator Wilayah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Burhannorahman, Rabu (20/9/2023). Menurutnya, banyaknya program tak logis dengan alokasi anggaran di sekretariat dewan menimbulkan banyak persepsi negatif.
”Anggaran ini merupakan urusan sangat sensitif sekali. Alasannya, karena sumber uang itu dari pajak masyarakat dan masyarakat tentunya tidak rela jika uang pajak digunakan untuk hal-hal yang sifatnya tidak bermanfaat,” tegasnya. Burhan mengkritik keras mata anggaran di DPRD Kotim itu. Dia menduga hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, sehingga tidak menutup kemungkinan mata anggaran DPRD sebelumnya hampir menyamai hal tersebut.
”Ini saya kira sudah jadi tradisi. Ada oknum di DPRD yang bermain anggaran. Mereka bermain di program dan ujung-ujungnya adalah penyimpangan anggaran yang bisa menyebabkan kerugian negara,” kata Burhan. Burhan melanjutkan, bola panas dari isu anggaran tersebut berujung pada aparat penegak hukum. Apabila aparat pasif, justru akan terus menimbulkan banyak isu liar. Burhan menegaskan, apabila aparat penegak hukum di daerah pasif, tidak menutup kemungkinan kalangan aktivis akan membawa persoalan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. ”Kalau aparat di daerah tidak merespons, saya tegaskan kalangan aktivis ini akan membawa kasus dan dugaan ini entah ke Kejaksaan Agung, Mabes Polri, hingga ke KPK,” katanya. Aktivis lainnya, Abdul Hadi mendesak Bupati Kotim Halikinnor mengevaluasi ASN yang ditempatkan di DPRD Kotim. ”Kami berharap Bupati Kotim turun tangan untuk masalah kisruh anggaran di DPRD yang nilainya puluhan miliar ini. Ini tidak lain dari pekerjaan ASN yang ada di SKPD itu menyusunnya,” katanya.
Menurutnya, anggaran di lembaga itu nilainya memang fantastis, seperti untuk biaya penggandaaan, pembelian ATK (alat tulis kantor, Red), biaya pemeliharaan, dan beberapa program kegiatan yang terkesan diada-adakan, padahal tidak ada urgensinya. ”Di satu sisi, kita bisa melihat bagaimana kesulitan anggaran sampai bayar TPP pegawai, dana desa, dan proyek saja banyak menunggak. Jadi, saya kira bupati wajib mengevaluasi mereka yang menyusun anggaran di DPRD itu, khususnya sekwan dan jajarannya,” katanya.
Sebagai aktivis, lanjutnya, persoalan anggaran di DPRD membuat mereka terkejut, karena selama ini tidak pernah mengetahui nilainya sefantastis itu. ”Yang pasti kami meminta dan mendesak pegawai yang terlibat dalam otak permainan anggaran di DPRD itu harus dievaluasi bupati sebelum mereka terlalu jauh dan ditangkap karena tindakannya merugikan anggaran negara,” tegas Abdul Hadi. Selain itu, dia juga mendesak oknum pegawai di lembaga itu diperiksa dan diaudit. Informasi beredar, ada oknum yang bergaya hidup mewah. ”Informasinya, ada oknum pegawai juga yang di situ kesehariannya hanya diisi kegiatan perjalanan dinas saja. Ada juga yang cawe-cawe anggaran yang diduga untuk mendapat keuntungan pribadi,” katanya. (ang/ign)