SAMPIT - Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Kabupaten Kotawaringin Timur pada Januari hingga Juni 2023 tercatat sebanyak 29 kasus. Mayoritas pengidap HIV/AIDS berusia produktif.
"Dari segi usia, terdapat 25 kasus usia produktif antara 19-49 tahun atau 82 persen didominasi usia produktif," ujar Wakil Bupati Kotim Irawati selaku Ketua Pelaksana Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Kotim saat memimpin pertemuan dengan Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) di Kabupaten Kotim, Selasa (31/10).
Irawati mengatakan, kasus HIV/AIDS merupakan tantangan yang harus dihadapi bersama-sama sehingga ending 3 zero tahun 2030 dapat tercapai, yakni tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada stigma negatif dan diskriminasi.
"Jika dilihat perkembangan kasus HIV dan AIDS di Kotim dalam tahun 2023 Januari hingga Juni cukup tinggi. Ini perlu terus kita upayakan langkah-langkah strategis dan pencegahan dengan keikutsertaan secara lintas sektoral," terangnya.
Untuk data kasus HIV/AIDS tahun 2023, 29 kasus HIV, 17 kasus AIDS. Berdasarkan jenis kelamin, 18 kasus HIV laki-laki, 11 kasus perempuan. Kelompok kasus berdasarkan usia, 15 - 19 tahun ada 3 kasus, 20-24 tahun ada 7 kasus, 25-49 tahun ada 15 kasus, dan di atas 50 tahun ada 4 kasus.
Persentase kasus HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko, pekerja seks 1 kasus, LSL (lelaki suka lelaki) 14 kasus, pasangan Risti (risiko tinggi) 8 kasus, pelanggan PS (pekerja seks) 4 kasus , dan lain-lain 2 kasus. Presentase kasus HIV/AIDS berdasarkan faktor pekerjaan, karyawan 12 kasus, swasta 6 kasus, buruh 2 kasus, ibu rumah tangga 8 kasus, lain-lain 1 kasus.
Dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya pencegahan HIV dan AIDS, Adinkes mengharapkan peran lintas sektoral. Upaya penanggulangan HIV dan AIDS merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya pada sektor kesehatan saja.
"Saya selaku Wakil Bupati Kotim sekaligus Ketua Pelaksana Komisi penanggulangan AIDS Kabupaten Kotim dengan pertemuan lintas sektoral nondinkes ini sangat strategis dalam upaya mencapai ending eliminasi 3 zero tahun 2030," sebutnya.
Dirinya meminta masing-masing sektor nondinkes agar dapat melakukan upaya dalam bentuk program dalam penanggulangan dan pencegahan HIV AIDS khususnya di Kotim. Upaya penanggulangan HIV dan AIDS terdapat empat pilar STOP, yakni Suluh, Testing, Obati dan Pertahankan. Ini akan berjalan optimal ketika seluruh elemen serta instansi vertikal berkontribusi.
"Untuk berkolaborasi secara konsisten dan dukungan peran lintas sektor dalam pencegahan HIV dan AIDS cukup strategis, misalnya dinas tenaga kerja dan transmigrasi (disnakertrans) sosialisasi dan pemeriksaan secara sukarela bagi tenaga kerja perusahaan perkebunan maupun pertambangan di tempat kerja," terangnya.
Selain itu, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kotim membentuk warga Peduli AIDS (WPA) di setiap desa dan kelurahan sehingga masyarakat mendapat informasi. Ini perlu dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sesuai dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2007 tentang pedoman umum pembentukan komisi penanggulangan AIDS dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan AIDS di daerah, sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat 5 pemerintah desa mengalokasikan anggaran untuk penunjang pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS pada APBDes. (yn/yit)