SAMPIT – Selama masa Pemilu 2024, pegawai aparatur sipil negara (ASN), baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) wajib bersikap netral. ASN juga wajib menjaga sikap dan tindakannya agar tak melanggar aturan terkait pemilu.
”ASN, baik PNS maupun PPPK dituntut untuk netral, sehingga dalam perilaku PNS diwajibkan menjaga netralitas," kata Plt Kepala BKPSDM Kotim Kamaruddin Makalepu.
Dia menuturkan, tanpa disadari, sering kali ada perilaku ataupun ekspresi ASN, misalnya saat berfoto dengan jari yang berpotensi menunjukkan dukungan kepada calon yang dipilih.
”Hal yang sering kita tidak sadar, ada perilaku gerakan dan ekspresi yang bisa ditafsirkan mendukung. Itu tidak boleh. Jadi, umpamanya berfoto dengan seorang caleg (calon legislatif) atau calon kepala daerah dan seterusnya yang menunjukkan gesture atau kode sebuah bentuk dukungan, maka itu tidak boleh atau dilarang. Berfoto walaupun maksudnya bukan itu, tapi menunjukkan angka di mana posisinya, bisa saja itu dianggap mendukung, sehingga itu kita hindari," tegasnya.
Netralitas ASN tersebut telah disampaikan pihaknya pada acara Bawaslu. Pihaknya diberikan kesempatan menyampaikan batasan seorang ASN dalam menyikapi pelaksanaan pemilu.
”Karena wajib netral, termasuk tekon (tenaga kontrak). Sesuai edaran Menpan, tenaga non ASN juga diikutkan dalam ketentuan itu. Diperlakukan sama. Mereka juga dituntut netral," katanya.
Sesuai ketentuan, ada ancaman sanksi kedisiplinan bagi ASN maupun non-ASN jika terbukti melakukan pelanggaran netralitas. Sanksi diberikan tergantung bentuk pelanggaran. Meliputi, sanksi ringan, sedang, hingga berat.
”Mekanisme untuk netralitas ini dari rekomendasi Bawaslu ke KASN, kemudian KASN yang akan memberikan rekomendasi ke PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) masing-masing instansi. Kalau di Kotim adalah bupati. Nanti bupati yang akan menindaklanjuti rekomendasi itu. Nanti akan diperiksa kembali, apa bentuk pelanggarannya. Masuk kategori mana. Pelanggaran ringan, sedang, atau berat," ungkapnya.
Selain hal itu, aktivitas ASN maupun non-ASN di media sosial juga turut menjadi perhatian. ASN dilarang memberikan like di akun media sosial peserta pemilu. Apalagi membagikan unggahan yang bersangkutan.
”ASN memang mempunyai hak pilih. Dia suka wajar. Tapi, sebaiknya ditunjukkan di bilik suara, tidak di luar. Termasuk media sosial, karena bisa berpengaruh kepada yang lain. Kalau dia membagikan lagi postingan itu, berarti dia sudah tidak lagi netral. Itu tidak boleh," jelasnya.
Dalam konteks ini, pengawasan dilakukan Bawaslu yang langsung terjun di masyarakat. Meski demikian, pihaknya tidak menolak apabila ada laporan terkait pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN ataupun non-ASN.
”Kami tidak menolak kalau ada yang menyampaikan. Tapi mekanismenya Bawaslu yang akan mencari tahu apa bentuk pelanggarannya. Bawaslu yang akan merekomendasikan ke KASN," katanya. (yn/ign)