Angka perkawinan anak di Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah (Kalteng) tergolong masih cukup tinggi. Pada tahun 2021 tercatat sebesar 15,39 persen penduduk yang kawin atau hidup bersama sebelum umur 18 tahun. Lantaran itulah, Pemerintah Kabupaten Sukamara mulai menggencarkan kampanye tolak perkawinan anak.
Pj Bupati Sukamara saat deklarasi tolak perkawinan anak menegaskan bahwa perkawinan anak merupakan bentuk praktik-praktik berbahaya. Berdasarkan survei nasional sosial dan ekonomi, United Nations Children’s Fund dan Kidman 2016, bahwa ada sejumlah poin bahaya perkawinan anak yang mengancam masa depan Indonesia, khususnya perempuan. Yakni, pendidikan anak perempuan yang kawin sebelum berusia 18 tahun, empat kali lebih rentan dalam menyelesaikan pendidikan menengah. Kemudian kerugian ekonomi yang diakibatkan perkawinan anak ditaksir setidaknya 1,7 persen dari Pendapatan Kotor Negara (PDB), sebab kesempatan anak untuk berpartisipasi dalam bidang sosial dan ekonomi terhambat.
Selain itu, perempuan menikah pada anak lebih rentan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perceraian. Begitupun komplikasi saat kehamilan dan melahirkan menjadi penyebab kematian kedua terbesar untuk anak perempuan berusia 15 – 19 tahun. Ibu muda yang melahirkan juga rentan mengalami kerusakan pada organ reproduksi. Dampak negatif lainnya, bayi yang lahir dari ibu berusia dibawah 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari atau 1,5 kali lebih besar dibandingkan ibu berusia 20 – 30 tahun. Perkawinan dan kelahiran pada anak meningkatkan risiko terjadinya stunting.
“Perkawinan anak dilarang karena Indonesia memiliki Undang-Undang Perlindungan Anak, yang mana pemerintah dan kita sebagai orang dewasa mempunyai kewajiban memberikan pemenuhan hak anak. Orang tua memiliki kewajiban hukum untuk mencegah perkawinan anak,” tandasnya. (fzr/fm)