Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) telah membuat kebijakan soal pajak bagi pelaku usaha galian C yang berizin maupun yang tidak berizin. Hal itu dilakukan agar pemerintah daerah tak dirugikan. “Sebelumnya, galian C yang tidak berizin tidak dipungut pajak, tetapi, tetap saja dikerjakan. Sementara galian C yang berizin wajib bayar pajak. Akhirnya dibuat kebijakan aturan yang berizin dikenakan pajak 5 persen dan yang tidak berizin dikenakan 20 persen,” kata Bupati Kotim Halikinnor, belum lama ini.
Halikinnor menjelaskan, pengenaan pajak bagi pengusaha galian C yang tidak berizin lebih besar dibandingkan yang berizin agar pengusaha lekas mengurus izinnya. “Ini sudah dikonsultasikan ke pemerintah pusat. Kenapa bebannya lebih besar, ini supaya mereka (pengusaha) yang tidak berizin lekas mengurus izinnya. Perlu dipahami, meskipun dipungut pajak tetapi itu tidak menghilangkan perkara pidananya,” katanya. Misalkannya, pengusaha melakukan aktivitas galian C tak berizin yang dirazia oleh aparat penegak hukum. Proses hukum tetap harus berjalan, meskipun yang bersangkutan sudah membayar pajak. “Kalau terbukti melakukan pelanggaran, tetap diproses secara hukum, karena itu dibuat ketentuan kegiatan galian C yang tidak berizin dikenakan pajak lebih besar dari yang berizin agar mereka mengurus izinnya,” ujarnya.
Di satu sisi, lanjut Halikinnor, menyadari aktivitas galian C sangat dibutuhkan untuk pembangunan dan pengerjaan paket kegiatan pembangunan daerah., yang mana material bahan baku utamanya memerlukan pasir. ”Proses izin galian C dulu kewenangannya berada di kabupaten, kemudian diambil alih pemerintah pusat dan saat ini dikembalikan ke pemerintah provinsi. Proses izinnya memang memerlukan waktu dan biaya cukup besar, yang itu menjadi salah satu alasan yang memberatkan pengusaha, sehingga banyak aktivitas galian C yang ditemukan tidak berizin,” ujarnya. Lebih lanjut Halikin mengatakan, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) akan diberlakukan mulai tahun 2024 mendatang. Sebagai tindak lanjut UU tersebut, Pemkab Kotim merancang aturan yang telah dievaluasi oleh Kemendagri dan Kementerian Keuangan RI.
“Selanjutnya nanti secara pararel telah disusun peraturan kepala daerah sebagai petunjuk teknis pelaksanaannya. Ada beberapa jenis pungutan daerah yang dihapuskan serta beberapa besaran tarif pajak daerah dan retribusi daerah yang mengalami perubahan. Dengan adanya ketentuan baru ini, diharapkan dapat meningkatkan PAD yang dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat kotim,” katanya. Terpisah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kotim Ramadansyah mengatakan, pengenaan pajak galian C baik yang berizin maupun tidak berizin masuk dalam jenis sektor Pajak Mineral Bukan Logam Batuan (MBLB).
“Galian C di Kotim ada yang berizin dan banyak juga yang tidak berizin. Kami sudah mendapat surat dari Kemendagri dari Dirjen Pendapatan, baik berizin atau tidak berizin dikenakan sebagai wajib pajak,” kata Ramadansyah. Terkait hal ini, Pemkab Kotim telah membuat regulasi baru berupa peraturan daerah (perda) yang saat ini lagi berproses di Biro Hukum Provinsi Kalteng. Diharapkan pada 10 Desember 2023 ini sudah disahkan, sehingga tahun depan sudah berlaku ketentuan aturan baru.
Terkait jumlah pengusaha galian C yang berizin dan tidak berizin, Ramadansyah belum dapat menyebutkan. Namun, Pemkab Kotim akan melibatkan Satpol PP Kotim untuk mengadakan razia galian C yang tidak berizin. “Mudah-mudahan tahun depan, yang sudah mengurus izin datang ke kami mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Jadi, sebelum izin itu keluar dan sebelum mengajukan izin ke provinsi, meraka harus minta rekomendasi ke bagian tata ruang dan diminta mengurus NPWPD, sehingga Pemkab Kotim lebih mudah memverifikasi mana perusahaan yang sudah membayar NPWPD dan mana yang belum. Apabila, mengakunya belum mulai kerja, kami akan cek ke lapangan. Kalau sudah bekerja, akan dipungut pajaknya,” pungkasnya. (hgn/yit)