SAMPIT- Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan pagi di sekitar taman Kota Sampit terpaksa merubah jadwal. Pasalnya, apabila kabut asap benar-benar tidak menipis mereka memilih tidak berjualan. Hal tersebut tentunya merugikan para pedagang kecil tersebut.
”Biasanya pada hari minggu pendapatan minimal Rp 200 ribu, kalau saat ini selama musim kabut asap penghasilan hanya Rp 30 ribu saja, itu sudah kami syukuri,” ungkap Nyoto, salah seorang PKL di Stadion 29 Nopember, Minggu (27/9).
Selama ini, menurut Nyoto, para pedagang berharap mendapat rezeki lebih banyak pada pagi Minggu terutama saat warga berolahraga pagi. Namun semenjak adanya kabut asap akibat kebakaran sekitar dua bulan terakhir ini kemungkinan besar terancam gulung tikar. ”Jelaslah kami merugi, apalagi kalau seperti ini terus tidak ada yang mau beli bisa-bisa kami gulung tikar,” tambah Nyoto.
Kondisi ini tidak hanya dialami para PKL yang ada di sekitar taman Kota Sampit, bahkan pedagang kantin di sekolah-sekolah juga merasakan dampak yang sama. Misalnya, liburnya sekolah selama dua minggu ini memaksa mereka juga turut libur. Alhasil, mereka tak mendapatkan pemasukan selama libur tersebut.
Pantauan koran ini, dua hari sebelumnya kabut asap di Kota Sampit ini sempat berkurang. Namun kembali muncul lagi dengan kondisi yang cukup parah. Jarak pandang pagi hari hanya 50 meter. Namun semakin siang kepekatan asap berangsur berkurang hingga 3.000 meter pada pukul 16.00 WIB.
Kendati demikian, berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bandara H Asan Sampit, titik panas kemarin (27/9) tak terdeteksi. “Titik panas nihil,” kata Yulida Warni, Kepala BMKG Bandara H Asan Sampit. (oes/fin)