SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Senin, 28 September 2015 21:36
Kesejahteraan Petani Tak Membaik
Petani karet di Kota Besi tampak menananm padi rawa di lahan kebun karet yang sudah habis terbakar.

SAMPIT – Tingkat kesejahteraan petani yang bergerak di sektor perkebunan, yakni karet, rotan, dan sawit tak kunjung membaik. Kondisi ekonomi yang kian lesu terus menggerogoti mata pencaharian mereka. Meski demikian, para petani tetap bertahan, berharap perekonomian kembali stabil dan harga produksi naik.

Dalam tiga tahun terakhir ini, harga karet nyaris tak berpihak pada petani. Harga yang semula bisa mencapai Rp15 ribu per kilogramnya, kini hanya berkisar Rp 6 ribu. ”Sekitar Rp 9.000 per kilo turun. Keadaan seperti ini sudah beberapa tahun terakhir kami rasakan,” kata Sarwino, petani  karet dari Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, Minggu (16/9).

Dulu, kata Sarwino, saat harga karet mencapai Rp 15 ribu per kg, uang sebesar Rp 100 - 200 ribu sudah pasti diperoleh dalam sehari. Hanya dalam hitungan 5-6 jam bekerja, petani karet sudah bisa bernafas lega. Kondisi itu berbanding terbalik dengan sekarang. ”Untuk mencari Rp 100 ribu sehari saja sulit. Di satu sisi, getahnya juga sedikit akibat kemarau panjang ini,” ujarnya.

Kondisi tersebut terjadi hampir merata di semua daerah di Kalteng. Dia mengatakan, saat harga karet berjaya, petani bisa menyekolahkan anak di sekolah yang bergengsi dengan biaya besar. Akan tetapi, sekarang tidak sedikit anak-anak di kampung memilih bertahan  untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Berbeda dengan karet, komoditas rotan bernasib sedikit lebih baik. Harga rotan ada kenaikan. Di tingkat petani, rotan basah dihargai Rp 290 ribu per kwintal, naik Rp 40 ribu dari sebelumnya yang sebesar Rp 250 ribu per wintal bulan lalu.

”Harga rotan lebih baik dari karet, cenderung naik terus, tapi terkadang bisa cepat juga turunnya,” ujar Matias, pekerja rotan di Sampit.

Menurutnya, harga rotan jauh lebih berfluktuatif dibanding karet. Dalam bulan yang sama, bisa saja harga terjun bebas. ”Tapi serendah-rendahnya harga rotan, gak semurah karet juga yang kalau turun sampai 50 persen,” kata dia.

 

Sawit Anjlok

Nasib tak jauh beda juga terjadi di sektor perkebunan kelapa sawit. Harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani kini sangat memprihatinkan. Hal ini terjadi sejak April lalu.

”Harga yang  terjun bebas itu terjadi sejak Agustus, dari harga Rp1.300 per kilogram, jebol menjadi Rp 600 – Rp 700 saja di tingkat petani,” kata Kemikson F Tarung, Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Rakyat (Aspeksesra) Kotim.

Menurut Kemikson, gejala penurunan itu sudah terlihat dari harga Rp 1.300, turun menjadi Rp 1.250. Kemudian turun lagi menjadi Rp 1.100 per kg dan terjun bebas ke Rp 600 per kg. Para petani tak mengetahui penyebab anjloknya harga sawit.

”Pengepul beralasan dampak dari nilai tukar rupiah. Itu juga hanya masih sebatas katanya,” ujar Kemikson.

Hal lain yang membuat petani kelapa sawit kian terjepit, yakni harga pupuk yang masih bertahan dan tidak ada penurunan. ”Harga sawit turun, sementara pupuk tetap. Artinya, biaya untuk pemeiliharaan tidak seimbang dengan harga buah yang dijual,” kata pria yang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Parenggean ini. (ang/ign)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers