KASONGAN - Pedagang bensin eceran di Jalan Soekarno Hatta Kelurahan Kasongan Lama mematok harga Rp10 ribu per liter. Pemerintah Kabupaten Katingan diminta segera menertibkan harga BBM eceran yang sangat merugikan masyarakat tersebut.
"Padahal papan harganya tertulis Rp 9 ribu per liter. Harga ini sangat memberatkan kami," ungkap Rosi, Kamis (7/10).
Ibu satu anak ini mewanti-wanti dinas terkait melakukan pengawasan terhadap harga BBM eceran. "Mencekiknya harga BBM eceran ini menunjukkan ketamakan para pengecer yang hanya ingin meraup keuntungan besar," kesalnya.
Apabila dibiarkan, kata dia, kondisi ini akan kembali menimbulkan kelangkaan BBM di Kasongan. Para pengecer nampak leluasa mengambil BBM di SPBU untuk kembali dijual dengan harga tinggi. Pihak SPBU pun cenderung memberikan pelayanan spesial kepada para pengecer dan menomorduakan masyarakat umum.
"Ini sangat memprihatinkan. Sekarang pengecer leluasa membeli BBM di SPBU untuk dijual eceran. Mereka juga diprioritaskan oleh petugas. Sering sekali masyarakat dibiarkan lama mengantre, karena petugas harus melayanani pelangsir minyak. Kalau tidak ditangani, bisa saja cerita kelangkaan terulang kembali," ujarnya.
Pengeluhan senada disampaikan Ferdy. Mencekiknya harga BBM terjadi karena pemerintah kurang melakukan kontrol terhadap para pengecer. Hal tersebut membuat pengecer leluasa menetapkan harga walaupun jika harga BBM telah diturunkan.
Ia meminta Pemkab Katingan segera mengambil langkah konkret dengan tidak memberikan kebebasan bagi para pengecer untuk menentukan harga secara sepihak. Bila perlu, pemerintah harus memberlakukan standar harga BBM eceran.
"Pemkab melalui dinas terkait harus segera bertindak. Kalau dibiarkan pasti para pengecer akan semakin leluasa menetapkan harga eceran. Ini hanya di Kasongan, belum berbicara di wilayah kecamatan lain yang bisa menembus angka Rp15 sampai Rp16 ribu per liternya," pungkasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Katingan Karyadi mengatakan, solusi yang harus diambil pemerintah adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pengecer BBM agar mereka dapat menyambung hidup tanpa melakukan monopoli harga BBM bersubsidi.
"Solusi ini mungkin dinilai cukup sulit tapi tidak ada pilihan karena semua yang dilakukan demi menghidupi keluarga," ungkapnya.
Langkah ini otomatis akan mengakhiri penimbunan bensin yang dilakukan pengecer. Apalagi, pekerjaan ini sudah dijadikan sebagai lapangan pekerjaan bagi mereka sehingga tidak bisa langsung memutus mata rantai penjualan BBM bersubsidi secara eceran. (agg/yit)