SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) minim persiapan menghadapi bencana kabut asap. Hal itu terlihat dari buruknya koordinasi antarinstansi dalam menangani dampak asap. Padahal, kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap terjadi setiap tahun.
Bupati Kotim Supian Hadi terkesan gelagapan saat dimintai komentar mengenai penanganan kabut asap. Hal itu mulai dari ketersediaan tabung oksigen sampai pembagian masker yang memenuhi ketentuan. Dia menyebut ketersediaan oksigen mencukupi.
”Kalau untuk ketersediaan tabung oksigen, cukup saja di puskesmas dan rumah sakit,” kata Supian saat ditemui usai membuka Seminar Nasional Pendidikan di Rins Ballroom, Kamis (15/10).
Akan tetapi, ketika disinggung terkait banyaknya keluhan masyarakat yang merasa jumlah tabung oksigen di puskesmas dan RSUD dr Murjani Sampit masih kurang dan banyak yang belum kebagian, Supian menyebut penyediaan tabung oksigen telah dilakukan melalui APBD Perubahan 2015. Dia juga tidak menyangka kabut asap yang sebelumnya diprediksi menipis, justru dalam dua hari ini semakin pekat.
”Ternyata prediksi kita semua salah, dalam dua hari ini, kabut asap malah parah. Nanti tabung oksigen jumlahnya akan ditambah melalui APBD Perubahan,” ujarnya.
Ditanya lagi mengenai pembagian masker standar kesehatan, seperti N95, Supian juga terlihat kebingungan. Dia beralasan tidak mengerti masker yang memenuhi standar seperti apa. Namun, dengan adanya pembagian masker satu kali pakai tersebut, setidaknya dapat mengurangi risiko kabut asap.
”Sekarang terpenting pembagian masker sudah dilakukan oleh instansi terkait, meski hanya satu kali pakai saja,” ucapnya.
Pantauan koran ini, kabut asap memang kembali pekat hingga pukul 08.00 WIB dengan jarak pandang hanya mencapai 20 hingga 40 meter. Jarak pandang baru membaik sekitar pukul 09.00 WIB, yakni mencapai 100 meter dan tertinggi mencapai 2.500 meter. Indeks standar pencemar udara (ISPU) tanggal 14-15 Oktober mencapai 314,34, masuk kategori berbahaya.
Lonjakan juga terjadi pada sebaran titik panas di Kotim. Pantauan satelit NOAA, titik panas tercatat sebanyak 314 titik, jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya yang hanya mencapai 19 titik. Titik panas itu tersebar di Kecamatan Mentaya Hilir Utara 56 titik, Seranau 14 titik, Cempaga 8 titik, MB Ketapang 14 titik, Kotabesi 4 titik, Teluk Sampit 71 titik, Mentaya Hulu 12 titik, Parenggean 5 titik, Mentaya Hilir Selatan 21 titik, dan Pulau Hanaut 21 titik.
”Kami masih belum tahu juga kapan water bombing dilaksanakan, karena masih mengambil titik koordinat,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kotim Sutoyo.
Menurut Sutoyo, saat ini kebakaran lahan yang terjadi sangat sulit dijangkau petugas pemadam kebakaran. Hal ini karena jaraknya sangat jauh dari jalan. Belum lagi, sumber air yang digunakan untuk memadamkan api juga sangat sulit ditemukan. Petugas harus mencari sungai terdekat, sehingga menghabiskan waktu yang tidak sedikit.
”Dulu kebakaran lahan banyak terjadi di dalam kota, namun saat ini kebalikannya banyak terjadi di Kecamatan Seranau, Teluk Sampit, dan Mentaya Hilir Utara sudah sulit untuk dijangkau,” tandasnya. (tha/ign)