PANGKALAN BUN - Aksi damai yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Solidaritas Bela Peladang Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) komplek gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kobar diwarnai aksi teatrikal. Puluhan peserta aksi bercocok tanam tradisional (menugal) di halaman gedung DPRD, Jumat (20/12).
Aksi tanam padi yang dilakukan oleh perempuan adat Desa Rungun dan mahasiswa tersebut sebagai bentuk keprihatinan dan keresahan mereka karena dua warga masyarakat adat yang berasal dari Desa Rungun, Kecamatan Kotawaringin Lama, Gusti Maulidin dan Sarwani divonis 4 bulan 15 hari penjara oleh Pengadilan Negeri Pangkalan Bun dalam kasus Karhutla yang menjeratnya.
Puluhan masyarakat adat yang terdiri dari perempuan dan laki - laki tersebut, dengan lincahnya menghujamkan alat tugal berupa tongkat kayu yang ujungnya diruncingkan untuk membuat lubang. Kemudian disusul oleh para mahasiswi memasukan benih padi di lubang-lubang tersebut.
Teatrikal itu juga dimaksudkan agar anggota DPRD Kobar yang menyaksikan dapat memahami bahwa bercocok tanam dengan cara manugal telah ada sejak nenek moyang mereka dahulu dan menjadi bagian dari kearifan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat hingga saat ini.
Ramlan, Koordinator Aksi dari elemen Mahasiswa Untama Pangkalan Bun, mengatakan bahwa kearifan lokal dalam bercocok tanam dengan cara manugal yang menjadi tradisi masyarakat yang ada hingga saat ini dirampas oleh negara sejak diberlakukannya larangan membuka lahan dengan dibakar.
Aksi tanam padi tersebut juga merupakan sebuah perwujudan dari keresahan masyarakat, karena negara telah mengkriminalisasi peladang dengan tuduhan menjadi penyebab kerusakan lingkungan dengan terbakarnya hutan. Dan tuduhan tersebut merupakan bentuk penindasan terhadap peladang.
“Jangan sampai kearifan lokal ini hilang karena masyarakat takut untuk bercocok tanam dan masyarakat takut untuk mencukupi kebutuhan pangannya dari hasil ladang karena kriminalisasi terhadap mereka,” tegasnya. (tyo/sla)