TAMIANG LAYANG – Tempat isolasi Covid-19 di RSUD Tamiang Layang penuh. Warga yang reaktif harus menjalan isolasi secara mandiri. "Ruang isolasi di RS Tamiang Layang hanya mampu menampung 16 orang, itu pun harus berdesakan, saat ini sudah ada 11 orang yang diisolasi, dari kategori PDP, OTG dan positif Covid-19," kata Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Bartim Simon Biring.
Simon menyebutkan, alternatif tempat isolasi yang strategis dan efisien bagi petugas kesehatan untuk bekerja adalah Rusunawa yang berada di Desa Jaar Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Bartim.
Karena adanya penolakan dari warga setempat, pihaknya masih kebingunan mencari alternatif lain untuk tempat isolasi. "Apabila ada penambahan PDP dan OTG maka kami sarankan untuk isolasi mandiri, seperti enam orang reaktif di Kelurahan Ampah, mereka harus isolasi mandiri. Kedepan, bila ada yang positif, kami akan berkoordinasi dengan RS Palangka Raya untuk merujuk pasien," terangnya.
Sementara, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bartim Ariantho S Muler mendorong tim GTPP Covid-19 segera mengkoordinasikan tempat isolasi pasien. Hal tersebut, kata dia, mengingat pentingnya sarana penunjang guna memutus mata rantai penyebaran korona.
Politikus asal PKPI ini mengungkapkan, pasca terjadi penolakan warga, Rusunawa dijadikan tempat isolasi, pihaknya langsung menghubungi Dinas Kesehatan Bartim.
"Kami langsung komunikasi dengan Kadis Kesehatan. Kami tetap mendorong supaya cepat dicarikan solusi," ucap Ariantho.
Terpisah, Hengky A Garu, mewakili warga Desa Jaar Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur menyatakan dengan tegas menolak Rusunawa menjadi tempat isolasi pasien Covid-19.
Tokoh masyarakat desa ini berdalih, penolakan karena adanya ketakutan warga yang menyampaikan secara langsung kepadanya. "Yang menyampaikan ini masyarakat Desa Jaar, mereka menolak Rusunawa menjadi tempat isolasi," ujarnya.
Hal lain yang mendasari penolakan tersebut, menurut Hengky, bahwa pemerintah daerah telah menggingkari janji kepada masyarakat Desa Jaar. "Dulu, masyarakat Desa Jaar mau menghibahkan tanahnya, asalkan dilakukan pembangunan sebagai area perkantoraan, namun nyatanya, hanya sebagian yang dibangun dan banyak lahan yang ditelantarkan tanpa ada kejelasan sampai saat ini," tandasnya. (apr/fm)