PALANGKA RAYA –Tindakan pemerintah dalam upaya memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang berakibat kabut asap di Kalteng dinilai keliru. Kepala Cimtrop Unpar Suwido H Limin mengatakan, pemadaman yang dilakukan selama ini hanya menghamburkan anggaran.
”(Upaya pemadaman yang keliru) ini kenapa diulang-ulang, sehingga saya katakan ini tidak tepat. Membuang duit dan anggaran,” katanya, Rabu (16/9).
Suwido menuturkan, kebakaran hutan dan lahan tak boleh dibiarkan, karena imbasnya pada semakin pekatnya kabut asap. Dia meminta pemerintah untuk memperioritaskan tindakan preventif atau pencegahan. Apabila tiba musim kemarau, masyarakat diaktifkan untuk menjaga lahan dengan dibantu patroli kepolisian dan unsur terkait.
”Saya sendiri pengalaman 18 tahun terlibat menangani kebakaran. Jadi, soalnya sama dari tahun ke tahun. Kenapa tidak belajar dari pola itu dan mengubah strategi,” tuturnya.
Kondisi itu, lanjutnya, diperparah pada penindakan hukum yang tumpul, terutama bagi perusahaan. ”Bila ini tetap terjadi, saya yakin tahun depan akan kembali terulang,” katanya.
Dia menjelaskan, memadamkan api di lahan gambut tergolong spesifik. Suwido menyarankan dilakukan menggunakan spon. Di lahan gambut, api berada di bawah hingga mencapai 30 centimeter. Diperlukan air sangat banyak., karena gambut seperti busa dan untuk memadamkanya memerlukan hingga 400 liter air.
”Jadi harus dibanjirkan. Bila menggunakan spon, hanya menggunakan 12-15 liter air spon. Itu kan efesien,” tuturnya.
Suwido mengaku herannya dengan besarnya anggaran yang digelontorkan, namun upaya penanganannya tak berubah dan seolah sia-sia. Kondisi itu juga terjadi merata di wilayah yang menjadi langganan kebakaran hutan dan lahan.
Sementara itu, dalam uji coba menggunakan Foam Agent berkerja sama antara Cimtrop Unpar dan Kitakyushu Universitas Shabondama, Profesor Kazuya Uezu mengatakan, keistimewaan menggunakan spon dibandingkan dengan pemadaman air, yakni menghemat air dan mematikan api hingga ke dalam. Busa akan menutupi oksigen masuk ke dalam tanah hingga bara di dalam tidak dapat muncul ke permukaan.
”Saat disiram, suhu di permukaan langsung menurun sangat cepat hingga mampu mengurangi hot spot. Hemat biaya, sudah terbukti, ramah lingkungan dan teruji,” katanya.
Pria asal Jepang ini menambahkan, pemadaman menggunakan air dan busa sudah dilakukan, sehingga efektif diterapkan di Kalteng. ”Sebenarnya uji coba ini dilakukan kedua kalinya dan hasilnya sangat memuaskan. Bila menggunakan busa ini, satu meter persegi digunakan 3-5 liter air dengan persentase satu persen spon, sedangkan bila menggunakan air biasa mencapai 20 liter lebih,” katanya.
Dia menguraikan, jenis spon menggunakan sabun biasa dicampur zat kimia yang aman bagi lingkungan, tidak akan merusak ekosistem. Hal itu sudah diterapkan di Jepang dan beberapa negara lain.
”Efektifnya metode ini, yakni bagian yang terbakar akan padam hingga ke dalam dan ini sudah dilakukan uji coba menggunakan peralatan canggih. Dalam pengembangan, kami juga sudah membuktikan mikro bilogi pun tidak mati, sehingga metode ini sangat aman. Bahan dari sabun itu betul-betul aman,” katanya.
Menurut Kazuya, sabun tersebut seharga 1.500 yen atau sekitar Rp 150 ribu. Untuk satu hektare pemadaman diperlukan sekitar 35 liter dan 3.500 liter air spon dengan kandungan spon satu persen.
Metode ini, tambahnya, mengandung dua kegunaan, yakni memadamkan bagian atas dan meresap ke dalam hingga memadamkan bagian dalam. Paling tidak bagian-bagian yang sudah terbakar sudah meresap ke bawah dan mampu dipadamkan hingga tidak akan terbakar lagi. ”Saya berani jamin dan ini sudah dibuktikan,” tandasnya.
Anggaran Belum Turun
Sementara itu, anggaran penanggulangan bencana kebakaran dan kabut asap yang diusulkan Pemprov Kalimantan Tengah kepada Pemerintah Pusat sampai saat ini belum turun. Padahal, status tanggap darurat bencana sudah ditetapkan sejak sepekan yang lalu, yakni tanggal 7 September 2015.
Sementara anggaran dari Pemerintah Provinsi Kalteng untuk penanggulangan bencana kebakaran dan asap sangat terbatas. Anggaran tersebutpun bukan anggaran yang dialokasikan secara khusus untuk bencana kebakaran dan kabut asap, melainkan anggaran tak terduga Provinsi Kalteng, yakni Rp 1 miliar lebih.
Penjabat (Pj) Gubernur Kalteng, Hadi Prabowo mengatakan, Pemerintah Provinsi Kalteng telah mengusulkan anggaran kepada Pemerintah Pusat senilai Rp 20 M. Anggaran tersebut telah diusulkan beberapa hari yang lalu sejak penatan tanggap darurat bencana diberlakukan.
"Kita usulkan anggaran kepada Pusat untuk penanggulangan bencana kebakaran dan kabut asap di Kalteng. Dan kemarin sudah dirapatkan ditingkat mentri," tegas Hadi, Rabu (16/9).
Namun, anggaran tersebut hingga saat ini belum turun. Pasalnya, masih harus dilakukan proses administrasi agar dana tersebut bisa turun ke Kalteng. Padahal penetapan status tanggap darurat hanya selama dua pekan.
"Sedang diproses. Ya, tapi inikan masalah administratif. Itukan pihak yang di pusat. Kalau kita sih pengennya cepat anggaran itu turun, tapikan nda bisa begitu," tukasnya. (daq/arj/vin/ign)