PALANGKA RAYA – Polemik ide pembuatan kanal dari Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke kawasan kebakaran hutan di Kabupaten Pulang Pisau terjawab. Pembangunan kanal dimaksud adalah sekat kanal gambut (canal blocking), bukan sistem kanalisasi.
”Jadi, maksud Pak Presiden itu bukan kanalisasi, tetapi canal blocking. Untuk persediaan air dan malah menjaga ekosistem gambut, juga harus dilakukan tata kelola air kawasan hutan dan lahan,” kata Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Pusat Tri Budiarto, Sabtu (26/9).
Menurut Tri, kanal itu untuk menyimpan air. Rencananya akan dibuat sepanjang 5 km di kawasan Tumbang Nusa. Hal itu untuk penyelamatan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga gambut sepanjang tahun basah dan tidak mudah terbakar atau dibakar.
Dia menuturkan, pihaknya sudah memobilisasi pasukan dan alat berat berupa tiga eksavator. Panglima TNI juga telah memerintahkan Danrem mencari pinjaman alat berat kepada perusahaan terdekat.
Lebih lanjut dikatakan, langkah BNPB untuk mendukung keinginan daerah. Bahkan, alat sudah dimobilisasi, hingga dalam waktu tiga minggu, air bisa dikendalikan dan pembangunan kanal diselesaikan.
”Sekarang ini penegakan hukum ditingkatkan dan saya tegaskan, BNPB optimis mampu mengatasi kejadian besar ini,” katanya, Sabtu (26/9).
Sementara itu, Kepala BPBD Kalteng Brigong menuturkan, pihaknya sudah menghabiskan anggaran Rp 1 miliar sejak kebakaran hutan terjadi. Selain itu, sebanyak 1.884 personel diterjunkan untuk pemadaman api.
Kendala di lapangan, yakni peralatan pompa portabel, sumber air, dan selang. BPBD hanya memiliki 16 pompa. Namun, direncanakan akan dibantu 15 pompa, tetapi hingga kini belum disampaikan dan masih dalam pengiriman.
Brigong menambahkan, sampai 25 September, luas lahan terbakar di Kalteng sekitar 759,5 hektare dan yang mampu dipadamkan hanya seluas 388,3 hektare. (daq/ign)