PALANGKA RAYA – Kabut asap yang menyelimuti sejumlah daerah di Kalimantan Tengah (Kalteng) berpotensi menyebabkan kematian. Pemprov Kalteng mencatat, ada tiga daerah dengan tingkat kerawanan tinggi karena kualitas udara yang berbahaya, yakni Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kotawaringin Timur.
”Di tiga wilayah tersebut berisiko tinggi (penyakit) ISPA (infeksi saluran pernapasan akut, Red) dan berisiko tinggi mengakibatkan kematian. Pasalnya, kualitas udara berbahaya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suprastija Budi, Sabtu (10/10).
Catatan Radar Palangka, di Kalteng ada dua orang yang meninggal dunia diduga karena terdampak kabut asap. Pertama, Intan (9), murid SD di Kotim yang meninggal pada 15 September. Asap pekat yang dihirupnya disinyalir memperparah asma yang dideritanya, sehingga bocah malang itu meninggal dunia.
Selanjutnya, Ratu Agnesia, balita yang baru berusia 45 hari, meninggal dunia pada 3 Oktober lalu. Diduga anak pasangan Yessi Marsela (25) dan Suyutno (26) itu meninggal karena penyakit ISPA yang dideritanya, meski akhirnya dibantah Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah Hadi Prabowo. Hadi mengatakan, balita itu meninggal karena diare.
Suprastija menuturkan, Pemprov Kalteng telah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) penyakit ISPA sejak tiga pekan lalu. Selama status itu berlaku, masyarakat Kalteng yang terkena ISPA akan diberikan pengobatan gratis di seluruh puskesmas dan rumah sakit di Kalteng.
Mekanisme pengobatan gratis akan menyesuaikan dengan kebijakan yang di masing-masing dinas dan rumah sakit. ”Setelah ditetapkan KLB ISPA pada 23 September lalu oleh Gubernur Kalteng, kita sudah menyurati Kepala Dinas dan Direktur Rumah Sakit se-Kalteng terkait status KLB itu. KLB ISPA akan dihentikan jika penderita ISPA mulai menurun," katanya.
Khusus tiga daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, lanjut Suprastija, pihaknya telah mengoordinasikan dengan pemerintah daerah di wilayah itu. Dia menuturkan, seharusnya bupati/wali kota serta instansi terkait tanggap sejak penetapan status KLB ISPA. Pasalnya, penanggulangan harusnya bertingkat dari bawah dan provinsi hanya memfasilitasi.
”Harusnya pemerintah daerah cepat tanggap dan terlebih dahulu menangani karena mereka yang punya wilayah," jelasnya.
Mengenai pengobatan gratis, lanjutnya, berlaku bagi penduduk Kalteng dan masyarakat luar daerah. Untuk menjamin ketersedian obat-obatan, Dinas Kesehatan Provinsi telah melakukan pengawasan stok untuk penyakit ISPA di masing-masing puskesmas dan rumah sakit. Khusus menangani kasus ISPA, dinilai masih cukup.
”Kita juga memiliki buffer obat untuk membantu kabupaten/kota yang kekurangan dalam hal stok obat dan masker," pungkasnya.
Sementara itu, berdasarakan data Posko Satgas Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan serta Kabut asap, penderita ISPA hingga 9 Oktober mencapai 20.278 orang. Penderita tertinggi berada di Palangka Raya dengan 4.146 orang dan Kotim dengan 3.187 penderita.
Evakuasi Bayi
Sementara itu, masih tingginya tingkat pencemaran udara akibat kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Palangka Raya, bedampak besar bagi balita. Seorang bayi berusia 17 hari, Raka Pratama, dinyatakan terinfeksi saluran pernafasan akut (ISPA) hingga terpaksa harus dievakuasi ke RSUD Doris Slyvanus guna penanganan lebih lanjut, Sabtu (10/10).
Awalnya, Jumat (9/10) malam, anak pertama pasangan Ramli dan Etika Yuliana, di evakuasi tim medis, yakni dari Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial Kalteng dari kediamannya di Jalan G Obos. Bayi itu kemudian dibawa ke Dinas Sosial Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Barigas Jalan Rajawali VII.
Akan tetapi, karena kondisinya semakin drop dan pernapasannya mengkhawatirkan, disarankan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lengkap. Apalagi saat itu perut Raka sudah mengeras, sehingga dikhawatirkan lebih memburuk.
Kordinator rumah singgah Fery Irawan mengatakan, Raka terlihat sesak dan pencernaannya terganggu. Bayi itu juga terindikasi terserang ISPA akibat kabut asap yang semakin pekat, sehingga jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan semakin parah.
Setelah melakukan observasi, lanjutnya, pihaknya langsung menyarankan dibawa ke RSUD Doris Sylvanus. Menurutnya, Raka perlu mendapat perawatan khusus. Seluruh pengobatan dan perawatan ditanggung pemerintah. (arj/daq/ign)