KUMAI - Warga Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), geram dengan aktivitas excavator pembuat selokan lahan sawit merusak jalur Sungai Batu dan Aman. Kini, sungai tersebut kering.
Warga Desa Kubu, Astur, mengatakan bahwa lahan tersebut sebenarnya adalah hutan adat yang berfungsi sebagai hutan penyangga. Sayang, lahan diperjualbelikan setelah desa menerbitkan surat keterangan tanah.
"Padahal lahan gambut masih moratorium, dari desa menerbitkan surat keterangan tanah tahun 2012, 2013 dan ada juga tahun 2014," ucap Astur, Senin (26/10).
Astur melanjutkan, lahan seluas 250 hektare tersebut dijadikan lahan sawit yang berdampak buruk bagi warga sekitar. Misalnya, air sungai tidak mengalir lagi sehingga warga tidak bisa menggunakan air untuk kebutuhan mandi dan minum.
Ia menambahkan, sekitar 200 kepala keluarga (KK) di Desa Kubu menolak adanya aktivitas dari penggarapan lahan yang berakibat matinya aliran sungai tersebut. Akibatnya ke depan nantinya air berada di sungai tersebut tidak lagi air tawar yang mengalir, namun air asin yang akan mengalir ke atas, karena sungai tersebut langsung menuju bibit pantai.
"Hutan itu turun temurun dari kakek sampai sekarang tidak pernah digarap, setelah digarap itu malah dirusak hutan itu," tuturnya.
Menanggapi hal ini, Bupati Kobar Bambang Purwanto mengatakan, terkait dengan penggarapan lahan yang rencananya dijadikan untuk plasma tersebut akan dicek dokumennya. Hari ini, Selasa (27/10), akan dirapatkan di Kantor Kecamatan Kumai untuk menyelesaikan masalah.
"Siapapun yang salah, kami tindak, kita liat besok (Selasa), kita buka dokumennya," ujar Bambang.
Menurutnya, menggarap lahan harus ada dokumen amdal. Pemkab akan mengambil alih masalah ini agar tidak menjadi masalah besar. (rm-70/yit)