PALANGKA RAYA – Kondisi ratusan buruh asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di penampungan Jalan Badak Ujung kian menyedihkan. Keinginan untuk bertahan di lokasi itu justru berbuah duka. Bayi pasangan suami istri Maria Erik (20) dan Antoni Nyusmanek (25) yang baru dilahirkan, meninggal dunia karena kekurangan gizi.
Meski sempat sepuluh hari mendapat perawatan medis di RSUD dr Doris Slyvanus Palangka Raya, karena dilahirkan secara prematur dan kekurangan gizi, akhirnya bayi mungil laki-laki bernama Nofrianus Bauk itu meninggal dunia Selasa (10/11), sekitar pukul 13.00 WIB.
Jenazahnya disemayamkan di penampungan dan dikebumikan Rabu (11/11). Istri Karliansyah selaku Ketua KSBI Kalteng Suryani mengungkapkan, Maria Erik melahirkan di penampungan dengan kondisi normal, tetapi bayi prematur. Janin dalam kandungan masih berusia 8 bulan.
Proses kelahiran bayi itu dibantu bidan. Setelah lahir, langsung dievakuasi ke dokter Sigit untuk diletakkan di inkubator selama dua hari. Selama ditangani dokter, bayi tersebut tidak mengalami perkembangan signifikan hingga akhirnya dirujuk ke Rumah Sakid Doris Silyvanus.
Suryani mengungkapkan, saat lahir berat badan bayi hanya sekitar 1 kilogram, sehingga langsung dibawa ke dokter. ”Karena peralatan kurang, dianjurkan ke RS Doris dan meninggal dunia," ucapnya.
Menurutnya, perhatian pemerintah belum maksimal, terlebih terkait kesehatan dan kesenjangan sosial yang diterima para buruh PT Agro Lestari Sentosa tersebut. Hal itulah yang membuat para buruh memilih bertahan dan tetap menutut haknya.
”Menyedihkan. Pemerintah seakan cuek dan tak peduli, harusnya mendesak perusahan membayar hak-hak mereka," tegasnya.
Sementara itu, Maria Erik mengaku sangat kehilangan anaknya. Dia merasa pemerintah tidak adil memperjuangkan nasib buruh. Maria meminta hak mereka bisa dipenuhi agar kejarijangan sampai kejadian itu terulang kembali.
Ketua Paguyuban Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor) Emanuel Milo Wawo menuding Koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalteng Karliansyah sebagai orang yang paling bertangung jawab atas meninggalnya bayi tersebut. Menurutnya, selama hampir tiga bulan di kamp KSBSI, tercatat sudah dua buruh meninggal dunia.
Pertama, Yuliana dan kedua bayi yang baru lahir tersebut. Saat sakit, Yuliana sebenarnya sudah diminta keluarganya di NTT untuk pulang dan sudah dibeli tiket pesawat. Dia menuturkan, ada upaya Karliansyah membatasi ruang gerak para buruh yang bermukim di kampnya.
”Mereka tak boleh melakukan komunikasi dengan orang luar. Bahkan, saat dikunjungi pihak luar, mereka sudah menyiapkan skenario apa saja yang boleh diungkap dan siapa saja yang boleh bicara,” katanya.
Emanuel menambahkan, Karliansyah membawa buruh tersebut dari PT Agro Lestari Sentosa (ALS) untuk menuntut hak, tapi menempatkan mereka di gubuk yang lebih layak sebagai kandang ayam. ”Dari pengakuan 60 orang buruh yang sudah keluar dari tempat Karliansyah, mereka diajak menuntut perusahaan sebesar Rp11 miliar, tapi ujung-ujungnya Karliansyah minta 30 persen atau Rp 3,3 miliar,” kata Emanuel. (daq/ign)