PALANGKA RAYA – Kafe terapung di kawasan Flamboyan Bawah Kota Palangka Raya terancam mubazir. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya belum bisa memastikan kapan kafe itu bisa beroperasi kembali. Bangunan kafe sudah lama miring, retak, dan sebagian kaca pecah.
”Secara fisik, kondisi kafe terapung sudah kembali pada posisi normal atau sudah mengapung. Namun, kami belum bisa memastikan kapan akan dioperasikan, mengingat adanya sejumlah kerusakan yang harus diperbaiki,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Palangka Raya Afendie, Jumat (28/11).
Afendie menuturkan, untuk memulihkan kondisi fisik bangunan, pihaknya akan membentuk tim, dengan menggandeng rekanan yang sejak awal merupakan pelaksana pembangunan. Pembentukan tim dinilai langkah terbaik dan wujud tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pembangunan kafe tersebut.
“Jadi, tim tidak akan membebani lagi dana dari pemerintah dan berupaya sendiri. Kita semua tidak menginginkan kondisi kafe terapung seperti itu. Ini memang bukan kehendak kami. Faktor alam, seperti kemarau panjang menyebabkan kondisi bangunan sebagaian besar rusak, setelah sempat terdampar akibat pendangkalan debit air Sungai Kahayan kemarau lalu,” jelasnya.
Menurut Afendie, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan posisi kafe yang terdampar, seperti menggunakan tugboat, excavator untuk mendorong, dan mobil pemadam untuk menyemprot agar bisa melicinkan dataran. Namun upaya itu gagal, hingga pihaknya pasrah ketika air Sungai Kahayan mulai meninggi.
”Kalau ditanya target penyelesaian, saya tidak mampu menjawabnya, sebab nantinya saya tidak masuk di tim,” katanya.
Sementara itu, Asisten Kesejahteraan Rakyat Setda Kota Palangka Raya Gunawan Abel mengatakan, perlu langkah cepat untuk memulihkan kondisi pembangunan kafe terapung tersebut. Sejak awal pembangunannya pada 2013 sampai sekarang, kafe tersebut belum juga dioperasikan serta diserahterimakan dengan pihak ketiga sebagai penangguingjawab pengelola.
”Berdasarkan perjalanan panjang pembangunan kafe tersebut, hendaknya menjadi dasar bagi percepatan kembali keberadaan dan fungsi bangunan. Yang perlu diingat, jangan sampai ada kasus hukum, seperti halnya yang terjadi pada pembangunan puskesmas yang ada di kawasan tersebut. Kafe terapung kini juga menjadi incaran para penegak hukum,” katanya.
Pemkot sendiri, menurut Abel, tidak lagi memiliki biaya perbaikan, semuanya diserahkan kepada mitra kerja dan instansi teknis untuk mengembalikan fungsi fisik bangunan seutuhnya.
Secara terpisah, Don K Marga dari PT B-Foam, pelaksana pembangunan konstruksi beton kafe terapung, mengatakan, pihaknya telah mengerjakan bangunan itu berdasarkan prosedur. Kafe itu sama dengan konstruksi kafe terapung di Jati Luhur maupun konstruksi bangunan terapung milik PDAM di Batam.
”Untuk kekuatan konstruksi pondasi yang berbasis beton, telah dilakukan secara maksimal. Kami baru meninjau ke lokasi, bahwa konstruksi dasar masih kokoh. Bahkan, kami garansi bakal kuat hingga 30 tahun lamanya,” kata Don.
Ridwans Michel dari PT B-Foam menambahkan, konstruksi yang telah dilaksanakan pihaknya memiliki daya tampung kuat, serta mampu terapung dengan beban 80 ton. ”Kalau konstruksi bagian bangunan atas, itu bukan wewenang kami dan berpulang lagi dengan pihak rekanan lain,” tegasnya.
Ridwans menyarakankan agar dipikirkan pula bagaimana menyiasati agar kafe terapung tidak kandas. Salah satunya dengan membuat jembatan elastis dengan jarak yang jauh dari pesisir sungai. Dengan begitu, ketika air surut, jembatan tersebut mampu menyesuaikan dalam kondisi naik dan turun.
”Kami tetap terbuka memberikan masukan. Namun, yang perlu diingat, konstruksi beton bagian bawah yang telah kami kerjakan tidak mengalami kerusakan yang berarti setelah terdampar. Meski demikian, tetap akan dilakukan perbaikan, tetapi setelah dilakukan perincian biaya oleh PT B-Foam,” pungkasnya. (sho/ign)