PALANGKA RAYA – Untuk memberikan rasa aman terhadap masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Palangka Raya mengamankan sepuluh anak punk dimana salah satunya perempuan. Razia ini dilakukan karena Satpol PP banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait menjamurnya anak punk yang ngamen di jalanan. Selain membuat masyarakat resah atas kelakuan mereka, para anak punk juga dinilai sudah melanggar Peraturan Daerah (Perda) No 9 Tahun 2012.
Menurut Kasatpol PP Baru I Sangkai, kesepuluh anak punk ini berhasil diamankan saat bersantai di bawah Jembatan Kahayan kemudian dibawa ke Kantor Satpol PP untuk mendapatkan pembinaan dan didata identitasnya.
“Kita mendapat laporan dari masyarakat terkait keberadan anak-anak punk tersebut. Selain itu, dasar kami melakukan ini juga atas peraturan Wali Kota. Jadi kami punya dasar lain untuk melakukan tindakan pengamanan pada saat ini,” katanya, Kamis (10/9).
Anak punk yang tertangkap tersebut, hanya beberapa yang membawa kartu tanda penduduk (KTP). Sedangkan lainnya tidak mempunyai KTP atau belum waktunya memiliki KTP karena belum berumur 17 tahun.
Lebih lanjut Baru mengatakan, tindakan selanjutnya pihaknya meminta kesepuluh anak punk itu membuat surat pernyataan untuk dilakukan pendataan, setelah mereka melakukan tahapan pernyataan, kemudian mereka akan dikembalikan ke keluarganya masing-masing. Karena dari semua anak punk yang tertangkap tersebut, tidak satupun yang asli warga Kota Palangka Raya. Kesepuluh anak punk tersebut berasal dari luar daerah bahkan diantaranya berasal dari pulau Jawa. Jadi dia mengharapkan agar kepada semua anak punk yang terjaring razia itu agar tidak lagi kembali melakukan ulahnya yang meresahkan warga.
“Ini sebagai langkah awal, namun jika kedapatan lagi, maka akan diberlakukan hukuman tindakan tindakan pidana ringan (tipiring) sesuai ketentuan. Karena pada surat pernyataan itu, mereka diminta tidak mengulangi perbuatannya lagi,” jelasnya.
Salah seorang anak punk pada petugas pendataan mengatakan menjadi anak punk hanya sebatas ingin mencari kebebasan belaka. Diterangkannya, mereka datang dari Jawa secara brkelompok. Selama di Palangka Raya, dia mengakui hanya tidur di bawah jembatan sambil mencari tempat yang dirasa nyaman.
“Mau cari kebebasan, sekalian mau lihat Palangka Raya itu bagaimana. Makanya kami datang ke sini,” katanya pada petugas. (sho/vin)