SAMPIT – Bencana kabut asap di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kian parah. Sepanjang hari kemarin (12/9), sinar matahari nyaris tak bisa menembus pekatnya kabut asap. Akibatnya, warna hari berubah muram. Cuaca seolah mendung dan samar-samar berwarna jingga.
Kondisi demikian nyaris sama dengan 2015 silam. Meski jarak pandang belum membahayakan, sekitar 500 meter – 1 kilometer, pekatnya kabut asap terasa sangat menyengat. Sebagian besar warga menggunakan masker untuk melindungi diri dari paparan langsung racun karhutla. Namun, sebagian lagi tanpa mengenakan apa pun.
Polusi asap juga diperparah dengan abu karhutla yang kian menyesaki udara di Kotim. Abu sisa pembakaran terlihat jelas mengotori teras rumah maupun perkantoran. Menempel pula pada kendaraan yang parkir di ruang terbuka. Warga seolah dipaksa menghirup udara ”beracun” itu sepanjang hari.
Widodo, warga Sampit mengaku sangat terganggu dengan kondisi itu. Apalagi ketika dia makan di sebuah rumah makan, abu sisa pembakaraan beterbangan dan menempel di makanan yang tersaji.
”Sangat mengganggu. Tidak nyaman. Pas lagi enak-enaknya makan, tiba-tiba abu sisa pembakaran jatuh di makanan yang sedang kami nikmati. Gimana mau melanjutkan makannya. Sudah kotor,” katanya.
Keluhan warga lainnya bisa ditemui di media sosial. Netizen mengunggah kondisi di sekitarnya. Secara umum, mereka menyampaikan pesan kepada semua pihak yang berwenang, terutama pemerintah, agar diselamatkan dari situasi udara yang terus memburuk dan berpotensi mencabut nyawa.
Paparan kabut asap memang bisa mencabut nyawa. Spesialis Paru RSUD dr Murjani Sampit Efraim Kendek Biring akhir Juli lalu mengatakan, dampak asap karhutla dapat berbahaya tergantung kualitas udara yang dilihat berdasarkan indeks standar pencemaran udara (ISPU).
Dalam istilah ISPU, ada partikel yang biasa disebut partikulate matter (PM). PM itu terdiri dari partikel kasar (PM10) ukuran 2,5-10 mikrometer, partikel halus (PM 2,5) ukuran 0,1-2,5 mikrometer, dan ultrafine particles, ukuran < 0,1 mikrometer.
PM yang berukuran lebih dari 10 mikrometer, jelas Efraim, tidak masuk ke paru-paru, tetapi dapat mengakibatkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan. Partikel yang kurang dari 10 mikrometer dapat terhirup sampai paru-paru, sehingga dapat berefek buruk pada paru-paru dan jantung.
”Pada tingkat berbahaya sangat berisiko kematian terhadap penderita penyakit jantung dan paru, khususnya bagi orang tua,” katanya.
Risiko kematian akan meningkat bila terjadi kenaikan PM10 sebesar 30 mikrogram per milimeter kubik dan lamanya pajanan (peristiwa yang menimbulkan risiko penularan, Red). Di samping itu, jelas Efraim, risiko kematian meningkat apabila seseorang memiliki riwayat penyakit paru, seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), jantung, usia tua, anak-anak, dan lain-lain.
Dari berbagai sumber yang dihimpun Radar Sampit, pencemaran udara karhutla mencabut nyawa sejumlah orang di beberapa daerah di Indonesia (selengkapnya lihat infografis). Helmy Oemar, misalnya. Pada 25 Agustus lalu, warga Kota Pekanbaru, Riau itu ditemukan meninggal dunia di daerah Rimbo Panjang Riau.
Korban diduga meninggal dunia setelah kesehatannya menurun drastis akibat terpapar asap karhutla. Karhutla di sekitar Rimbo Panjang, membuat kesehatan pria berusia 59 tahun itu memburuk.
Parahnya pencemaran di Kotim diperkuat data yang dirilis BMKG Bandara Haji Asan Sampit dan BPBD Kotim. Titik panas kemarin mencapai 228 titik yang tersebar di sejumlah lokasi. Kualitas udara mencapai 272, 95 mikrogram per meter kubik, masuk kategori sangat tidak sehat. Bahkan, sempat menyentuh level berbahaya pada siang hari dengan angka 461,579 mikrogram.
Kepala BMKG Bandara H. Asan Sampit Nur Setiawan mengatakan, semakin parahnya kualitas udara di Kotim beberapa hari terakhir disebabkan asap yang selalu bertambah dan belum hilang dari atmosfer.
”Hal ini tentunya sangat berdampak terhadap kesehatan, terutama ISPA dan mata,” ujarnya. Dia menambahkan, kebakaran lahan yang terjadi di dekat bandara Rabu (11/9) lalu berdampak pada pengukuran kualitas udara. Sebab, debu atau abu sisa pembakaran, bisa terbaca menjadi lebih pekat.
Nur mengatakan, puncak kemarau terjadi pada Agustus sampai pertengahan September. Prakiraan awal msim hujan di wilayah Kotim terjadi pada dasarian kedua-ketiga Oktober. ”Saat ini potensi terjadinya hujan di Kotim masih sangat kecil. Kalaupun ada, belum terlalu signifikan,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kotim Muhammad Yusuf mengatakan, wilayah selatan, seperti Kecamatan Teluk Sampit, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, dan sekitarnya, terpantau sebagai penyumbang asap terbanyak. Di area perkotaan, penyumbang asap juga berasal dari karhutla yang terjadi di lokasi Jalan Jenderal Sudirman, Tjilik Riwut, HM Arsyad, dan kawasan bandara.
”Kondisi karhutla semakin memprihatinkan. Hari ini (kemarin, Red) titik panas sudah mencapai 228 dan lebih parah dari kemarin. Belum lagi hot spot di Seruyan dan Katingan dan arah selatan Kotim,” kata Yusuf.
ISPA
Sementara itu, dalam sebulan, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Kotim meningkat signifikan. Menyentuh angka seribu orang hanya dalam satu bulan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim Faisal Novendra Cahyanto mengatakan, penderita ISPA meningkat akibat semakin parahnya kabut asap. Warga diharapkan tak beraktivitas di luar ruangan jika memang tidak perlu. Kegiatan di luar ruangan harus dihindari. Apabila terpaksa, disarankan menggunakan masker.
"Dinkes Kotim menyediakan masker. Bisa diminta secara kolektif. Warga yang memiliki riwayat penyakit pernapasan, disilakan mendatangi dokter atau petugas kesehatan untuk penanganannya," kata Faisal, Kamis (12/9).
Berdasarkan data Dinkes Kotim, pada Juli penderita ISPA tercatat sebanyak 2.625 orang. Jumlah itu meningkat drastis pada Agustus hingga mencapai 3.625 orang. Pada Juli lalu, penderita paling tinggi terdapat di Puskesmas Ketapang II sebanyak 227 orang dan Agustus di Puskesmas Parenggean 478 kasus.
Menurut Faisal, hal ini menunjukkan bahwa penderita ISPA bukan hanya terjadi di dalam kota, namun juga di luar kota. ”Hal ini menunjukkan bahwa kebakaran yang mengakibatkan asap tebal juga terjadi di wilayah luar kota," ujarnya.
Masyarakat diminta menjaga kesehatannya dengan meminum cukup secukupnya, makan buah-buahan dan sayuran, serta menyiapkan obat-obatan yang diperlukan. ”Gunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, sebab saat ini selain asap, debu bekas kebakaran juga berterbangan. Partikelnya sangat kecil, sehingga akan sangat menganggu pernapasan,” katanya. (yn/dc/hgn/ign)