Sidang kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Dwi Yulianto terus berjalan. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Lamandau telah menghadirkan lima saksi untuk mengungkapkan keterangan dalam sidang terdakwa yang mencincang wajah temannya sendiri hingga tewas.
Jaksa Penuntut Umum, Novryantino Jati Vahlevi membeberkan bahwa selama pandemi ini persidangan masih dilakukan secara virtual. Kamis lalu pihaknya mendatangkan lima orang saksi. ”Para saksi ini Hatal dan Roki sebagai securiti perusahaan, Didi selaku Kepala TU, Siti pemilik kantin, dan Ali rekan yang sempat melerai,” beber Jati, Sabtu (14/8).
Dari keterangan kelima saksi, memang tidak ada yang melihat secara langsung kejadian pembacokan yang dilakukan terdakwa kepada korban. Karena saat kejadian terdakwa hanya berdua saja bersama korban. Namun Ali sempat menahan terdakwa supaya tidak membunuh terdakwa, beberapa menit sebelum kejadian.
“Terdakwa sudah mengancam akan membunuh, kemudian Ali melerai, dan menahan terdakwa. Saat itu terdakwa bersedia menahan diri, namun minta dipanggilkan atasannya atau pihak perusahaan untuk memberikan kejelasan tentang nasib pekerjaannya, karena terdakwa merasa dipecat tanpa alasan,” bebernya.
Kemudian Ali diberi waktu sampai maghrib untuk memanggil pimpinannya. Ali kemudian pergi memanggil pihak perusahaan, namun saat ia kembali ternyata korban sudah terbunuh. “Ali melihat muka korban sudah hancur tapi masih bernafas. Dan tidak lama kemudian meninggal ditempat,” jelas Jati membeberkan keterangan saksi saat persidangan.
Seperti diketahui bahwa kejadian pembunuhan itu dilakukan pada tanggal 18 April 2021 di area PT Tanjung Sawit Abadi (TSA). “Terdakwa sakit hati dengan korban Arif Yulianto alias Ipong. Karena terdakwa dipecat dari pekerjaannya dan menuduh penyebabnya adalah korban yang merupakan teman dekat yang mengadukannya pada atasan,” Jaksa Penuntut Umum, Novryantino Jati Vahlevi.
Karena tidak sabar mendapatkan jawaban dari perusahaan maupun dari temannya yang hanya minta maaf dan diam saja, terdakwa lalu membacok tubuh dan wajah korban yang sedang tidur di sampingnya hingga tewas di tempat.
Selain itu alasan terdakwa Dwi Yulianto membunuh Ipong adalah karena saat korban membeli sabu justru mengatasnamakan terdakwa, dan saat mereka berdua menikmatinya bersama, korban juga mengambil gambar terdakwa yang sedang memegang bong.
“Ini yang membuat terdakwa Dwi Yulianto marah dan pergi dari barak tersebut selama enam hari. Setelah terdakwa kembali ke PT TSA, ia sudah dipecat oleh pihak perusahaan tanpa mengetahui penyebabnya,” bebernya.
Menurutnya, terdakwa menebaskan parang ke arah kepala korban adalah agar Ipong meninggal dunia. Terdakwa juga sudah merencanakan membunuh korban dengan meminjam parang kepada saksi Siti.
Pada pemeriksaan visum didapatkan sekumpulan luka robek pada bagian kepala, wajah, kedua tangan, dan terdapat patah tulang pada bagian tulang tangan sebelah kiri bagian luar yang disebabkan oleh benda tajam.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar pasal 340 KUHP Tentang pembunuhan berencana, ancaman hukuman seumur hidup atau paling lama 20 tahun,” tambahnya. (mex/sla)