Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta dinilai mengeluarkan putusan janggal dalam gugatan sengketa tanah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Lembaga peradilan itu dilaporkan ke Komisi Yudisial karena diduga mengeluarkan keputusan di luar aturan hukum.
Pelaporan terhadap PTTUN ke KY itu dilakukan Yuspiansyah, warga Kotim. Penasihat hukum Yuspiansyah, Labih Marat Binti, Kamis (19/8), mengatakan, persoalan tersebut berawal ketika Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 571 Tahun 2012 atas nama Syahriansah (almarhum), digugat DS di PTUN Palangka Raya tahun 2018 lalu.
Tanah sengketa itu berada di Jalan Pramuka, Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Yuspiansyah merupakan ahli waris Syahriansah. Adapun DS, merupakan warga Palangka Raya yang memiliki lahan di Kotim. Dia disebut-sebut ingin menguasai lahan milik Yuspiansyah.
Dalam persidangan, DS hanya menyodorkan fotokopi SHM Nomor 892 atas nama Arbayah, tanpa menyertakan surat asli. Selain itu, Berita Acara Pengukuran Ulang Nomor 25/BAPU-15.05/XII/2017 tanggal 5 Desember 2017 yang dilakukan empat pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotim, yakni HA, FB, S, dan AS.
Menurut Labih, lahan yang dipersoalkan DS tersebut bukan di atas tanah kliennya. Dalam perjalanannya, gugatan DS di PTUN Palangka Raya ditolak Majelis Hakim. Pasalnya, kewenangan mengadili sengketa kepemilikan tanah merupakan domain Pengadilan Negeri.
Akan tetapi, lanjutnya, saat gugatan diajukan ke PTTUN Jakarta, Majelis Hakim justru mengabulkannya. Sebaliknya, legalitas milik Yuspiansyah, yakni SHM Nomor 571 Tahun 2012, dinyatakan batal.
”Alat bukti hanya fotokopi tidak ada nilai pembuktian menurut hukum di pengadilan. Kami juga menduga ada oknum BPN nakal yang melakukan pengukuran ulang,” katanya.
Terkait putusan itu, pihaknya juga menggugat sengketa kepemilikan tanah di Pengadilan Negeri Sampit. Dalam perkembangannya, diketahui ada surat dari BPN yang meminta Yuspiansyah menyerahkan legalitas miliknya untuk dibatalkan.
”Kami menolak menyerahkan SHM 571/2012 karena masalah sengketa kepemilikan tanah sedang digugat di PN Sampit. Menunggu sampai ada keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” ujar Labih.
Lebih lanjut Labih mengatakan, pihaknya juga melaporkan dugaan pelanggaran oleh empat pegawai BPN Kotim yang melakukan pengukuran ulang lahan kliennya atas permintaan DS. Padahal, dalam sidang di PTTUN, DS tak memperlihatkan sertifikat asli.
”Kami akan laporkan ke Inspektorat Jenderal ATR/BPN di Jakarta, karena dengan mudah menerima permohonan DS tanpa menjelaskan kepentingan dilakukannya pengukuran ulang. Hal yang fatal, sama sekali tidak mempersoalkan kenapa tidak ada SHM Nomor 892 yang asli,” tegas Labih.
Labih mengatakan, berdasarkan Pasal 45 Ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997, Kepala Kantor Pertanahan tidak boleh melakukan pendaftaran peralihan hak jika tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di pengadilan.
”Atas hal itu kami menilai Kepala BPN Kotim telah melakukan perbuatan melawan hukum jika tetap melaksanakan pembatalan sertifikat dimaksud. Ingat, saat ini gugatan sengketa kepemilikan tanah sedang berproses di PN Sampit,” ujarnya.
Dia menjelaskan, ukuran tanah kliennya berdasarkan SHM yang dimiliki, yakni seluas 200×100 meter. Di sisi lain, lahan yang digugat DS seluas 50×200 meter. ”Artinya, sisa 50×200 meter adalah milik klien kami. Namun, sisa 50×200 meter juga dijual kepada pihak ketiga,” katanya.
Persoalan itu, lanjut Labih, juga telah dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Kalteng dengan dugaan penyerobotan tanah oleh DS. Proses penyelidikan perkara itu sedang berjalan. ”Dalam persoalan ini, kami menilai BPN Kotim semakin mengada-ada. Ini harus dibongkar tuntas,” katanya.
Labih menegaskan, seluruh upaya dan langkah hukum akan ditempuh untuk memerangi mafia tanah di Kalimantan Tengah. ”Kami akan bongkar mafia tanah. Aturan hukum harus ditegakkan dan tidak boleh kalah. Prosesnya harus sesuai kaidah hukum. Kami sudah laporkan mereka dan akan terus memperjuangkan hak milik sampai kapanpun,” ujarnya.
Menurut Labih, dari rangkaian peristiwa yang dialami Yuspiansyah, diduga terjadi penyelundupan hukum yang dilakukan mafia, baik oleh oknum BPN dan maupun majelis. ”Karena itu dalam laporan kami meminta ditindak tegas,” tandasnya. (daq/ign)