Kepala Desa Kinipan, WH, diduga melakukan tindak pidana korupsi dana desa yang bersumber dari APBN. Terkait kasus yang menjeratnya, WH menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polres Lamandau, Selasa (31/8), didampingi kuasa hukumnya.
Kapolres Lamandau AKBP Arif Budi Purnomo mengatakan, proses penyelidikan kasus itu berlangsung cukup lama. Dia menegaskan, hal tersebut tidak ada hubungannya dengan kisruh sengketa lahan adat yang diklaim sejumlah warga Kinipan beberapa waktu lalu.
”Ini murni kasus tipikor. Tidak ada hubungannya dengan kasus lain, karena adanya laporan dan sudah diperiksa Inspektorat. Penetapan tersangka dilakukan karena kami telah mengantongi alat bukti yang cukup,” katanya.
Arif menuturkan, BPKP telah melakukan penghitungan terhadap Dana Desa Kinipan dan terdapat kerugian negara sekitar Rp 270 juta dalam kegiatan pembangunan jalan desa tersebut.
Sebelumnya, setelah diketahui ada temuan, Inspektorat juga memberikan kesempatan untuk mengembalikan kerugian negara tersebut. Namun, hal itu tidak dilakukan, sehingga sebagai tindak lanjutnya, temuan itu dilaporkan ke polisi.
Penyalahgunaan anggaran dana desa itu terjadi pada 2019 lalu, yakni pekerjaan pembukaan dan pembangunan jalan baru sepanjang 1.300 meter dengan lebar 10 meter yang dilaksanakan pada 2017. Namun, item pekerjaannya baru dianggarkan pada 2019 dengan objek yang sama dan dibayar dengan anggaran sekitar Rp 350 juta. Pada 2019, pihak rekanan hanya melakukan pembersihan pada pekerjaan tersebut.
”Kami upayakan percepat prosesnya agar bisa segera tahap 1 ke kejaksaan. Kami akan melakukannya secara profesional,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum Kades Kinipan Ariyo Nugroho Waluyo membenarkan status kliennya sudah tersangka. Namun, pihaknya meyakini hal itu bukan tindak pidana korupsi, sehingga dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pihaknya menyangkal laporan Inspektorat yang menyatakan pengerjaan proyek pada 2017 maupun 2019 adalah fiktif.
”Ini aneh, karena sebelum pembayaran di 2019, Pak Kades sudah melakukan permintaan konsultasi, baik ke DPMD, bahkan Inspektorat terkait adanya penagihan pembayaran pekerjaan tahun 2017. Inspektorat mengatakan, selama itu ada pekerjaannya, tak masalah dibayar,” ujarnya.
Menurutnya, pembayaran juga tidak dilakukan secara serta merta. Sebab, sudah melalui berbagai tahapan, mulai dari musrenbang hingga dianggarkan dalam APBDes. Karena itu, proses pembayaran sudah sesuai ketentuan. Dia mempertanyakan Inspektorat yang menyatakan proyek itu fiktif.
”Kami akan mematuhi dan menghormati proses hukum. Namun, kami menyangkal dan membantah semua tuduhan,” tambahnya. (mex/ign)