Warga terdampak banjir luapan Sungai Arut di Kelurahan Raja Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mulai kesulitan mendapatkan air bersih dalam sepekan ini.
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih sebelum banjir melanda bantaran Sungai Arut ini, warga memanfaatkan layanan pengantaran dari depo air isi ulang. Namun sejak sepekan lalu kendaraan roda dua yang biasa melayani pengantaran air baik di wilayah Raja Seberang maupun Mendawai Seberang tidak dapat lagi beroperasi. Tingginya genangan air di jalur pengantaran menjadi penyebabnya.
Semenjak pasokan air bersih terhenti, warga terpaksa membeli air mineral untuk kebutuhan sehari – hari seperti minum dan memasak. Untuk diketahui bahwa wilayah Raja Seberang yang tanahnya mayoritas berupa tanah gambut ini tidak memungkinkan untuk membuat sumur bor atau gali, sehingga air isi ulang merupakan satu-satunya sumber air bersih masyarakat.
Untuk satu galon atau setara dengan 20 liter warga harus merogoh kocek sebesar Rp5000, dalam satu kali pengantaran. Satu kepala keluarga biasanya butuh empat galon untuk mencukupi kebutuhan selama satu minggu.
Sementara air PDAM yang mengaliri rumah-rumah warga hanya dimanfaatkan untuk mandi dan cuci. Warga tidak berani menggunakan untuk minum karena kadar kaporit dan zat lain yang digunakan dalam prosesnya.
Salah seorang warga Kelurahan Raja Seberang, Ratna mengakui bahwa seminggu ini penjual air yang biasa melayani pengantaran sudah tidak bisa bekerja lagi karena kendaraan roda dua tidak bisa melewati genangan air. “Terpaksa beli air mineral yang gelas satu dus, cukup untuk beberapa hari, selain minum dan masak juga untuk membuat susu anak,” ujarnya, (20/9).
Ia berharap banjir yang telah terjadi selama sebulan ini segera berakhir agar kehidupan dapat berjalan dengan normal kembali. Meski diakuinya ketinggian air sudah jauh menurun sejak dua hari ini tetapi pemesanan air bersih melalui layanan pengantaran belum bisa dilakukan.
Sejatinya, saat ini air bersih yang dibutuhkan warga sudah sangat mendesak. Jika kondisi seperti saat ini masih berlangsung lama maka warga terpaksa merogoh kocek lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
Ia menyebut keberadaan saluran PDAM dirumahnya tidak memungkinkan untuk kebutuhan minum dan memasak. Air PDAM hanya digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian. “Kalau air PDAM belum berani, karena saya juga punya anak kecil yang menyusu botolan, apalagi untuk bahan pengolahan air bakunya menggunakan bahan kimia,” ungkapnya.
Warga lainnya Fatma menambahkan bahwa setelah terhentinya pasokan air bersih dari depo air isi ulang, mereka juga menggunakan air hujan untuk minum dan memasak. Karena dinilai lebih aman daripada menggunakan air PDAM.
Air hujan tersebut mereka tampung dalam ember-ember besar dan hal itu mampu untuk mencukupi kebutuhan air bersih mereka. “Kalau beli air mineral pabrikan ya lama-lama berat juga, makanya alternatifnya air hujan kita tampung,” tandasnya. (tyo/sla)