Tenaga pendidik di Desa Lunuk Bagantung, Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), merasa dilema mengajar di desa. Sebagai guru yang jauh dari kota dan kurangnya fasilitas yang memadai, mereka berharap pemerintah daerah memberikan kesempatan yang lebih besar dalam rekrutmen calon pegawai negeri sipil (PNS).
“Setiap ada tes penerimaan tes CPNS, kami tenaga kontrak ini enggak pernah lulus. Kenapa tidak memprioritaskan kami yang jelas-jelas asli sini dan mau mengabdikan diri di sini,” kata Nini Hersasi, guru di SDN 1 Lunuk Bagantung.
Berkarir menjadi seorang guru tak lantas membuatnya bertambah sejahtera. Bahkan sejak tahun 2010, dirinya bersama tenaga kontrak lainnya sudah berupaya mencoba mengikuti tes pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
“Sudah enggak pernah lulus dan lebih parahnya lagi dua tahun terakhir tidak ada formasi PNS dan P3K. Dulu pernah ada tiga PNS yang diterima mengajar di SDN 1 Lunuk Bagantung, tiga-tiganya meminta pindah, bahkan ada yang tidak pernah masuk sama sekali, cuma tahu nama, ternyata orangnya sudah pindah. Inikan sangat disayangkan,” keluhnya.
Dirinya pun ingin meningkatkan taraf kehidupannya menjadi lebih baik dengan mencoba tes P3K di daerah lain. Namun, di sisi lain dia khawatir apabila lulus, tenaga pendidik di Desa Lunuk Bagantung akan mengalami kekurangan.
“Saya tidak ingin terus-terusan statusnya sebagai tenaga kontrak, saya juga ingin memperbaiki kehidupan saya. Makanya, saya coba tes di daerah lain. Saya sebenarnya khawatir, kalau ternyata saya dan kawan-kawan tenaga kontrak yang lain lulus, di sini pasti akan kekurangan guru. Saya berharap pemerintah daerah lebih memprioritaskan tenaga kontrak, apalagi kami sudah memenuhi syarat,” kata guru yang sudah mengajar sejak tahun 2010 ini.
Camat Bukit Santuai Pungkal melalui Kades Lunuk Bagantung mengatakan, desanya memiliki satu sekolah taman kanak-kanak dan satu sekolah dasar (SD) yang terdiri atas lima guru. Satu guru berstatus PNS dan empat guru lainnya masih tenaga kontrak.
“Kami memang memiliki banyak keterbatasan. Guru terbatas, sarana dan prasarana terbatas, jaringan komunikasi masih sangat sulit sehingga setiap bulan pegawai harus mengisi surat pernyataan aktif dari kepala sekolah, salah satu orang ke Sampit nyerahkan laporan karena di sini komunikasi sulit, tidak ada internet. Perjalanan ke Sampit yang membutuhkan waktu 5-8 jam. Uang habis untuk operasional saja,” ujarnya.
Dikatakannya pula, gaji guru TK pun masih jauh dari kata sejahtera. Guru TK dibayar Rp 700 ribu per bulan. Sarana dan prasaran masih belum memadai.
“Tolong perhatiannya pemerintah, kami memerlukan laptop dan printer guru. Masih banyak yang perlu jadi perhatian pemerintah, misalnya masalah honor posyandu dan PKK yang sama sekarang dananya belum bisa dicairkan,” ungkapnya.
Wakil Bupati Kotim Irawati langsung menanggapi apa yang disampaikan guru dan kades yang belum lama ini mengunjungi Desa Lunuk Bagantung. Pihaknya, akan melakukan evaluasi untuk menindaklanjuti persoalan yang menjadi kendala di Desa Lunuk Bagantung.
“Apa yang disampaikan dari kades dan guru akan jadi perhatian dan evaluasi untuk ditindaklanjuti dan dikoordinasikan dengan instansi terkait. Atas nama Pemkab Kotim, saya memohon maaf karena hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan,” tandasnya. (hgn/yit)