Kualitas demokrasi Indonesia era Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan. Sejumlah akademisi, yang mayoritas tergabung dalam Proyek Australian National University (ANU) Indonesia pada 2019 lalu, menyebut bahwa demokrasi di Indonesia saat ini sedang berada di titik terendah sejak jatuhnya Orde Baru (Orba) 1998 silam.
Kesimpulan itu menguatkan laporan The Economist Inteligence Unit (EIU) yang menyebut Indeks Demokrasi di Indonesia turun dari skor 6,48 di tahun 2019 menjadi 6,3 di 2020 lalu. ”Demokrasi (di Indonesia) meluncur ke dalam jurang liberalisme yang semakin dalam,” kata dosen University of Sydney Thomas Power dan rekan pascadoktoral National University of Singapore (NUS) Eve Warburton.
Kesimpulan itu ada di buku Demokrasi di Indonesia: Dari Stagnasi ke Regresi? yang diluncurkan secara virtual, kemarin (24/10). Di buku setebal 588 halaman itu, Thomas dan Warburton menjadi editor makalah yang menyoroti dinamika demokrasi Indonesia. Tahun lalu, bunga rampai makalah itu lebih dulu diterbitkan Institut Yusof Ishak (ISEAS) Singapura dalam versi bahasa Inggris.
Selaku editor, Thomas dan Warburton menyebut merosotnya kualitas demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari agensi penegakan hukum dan keamanan yang mengalami repolitisasi. Juga sistem kepartaian yang direcoki oleh intervensi negara yang illiberal. ”Sementara konstituennya semakin didominasi elit dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban,” kata Thomas dan Warburton.
Bunga rampai dalam konteks kajian mendalam itu juga menyebut indikator merosotnya nilai demokrasi dapat dilihat dari perundungan dan penangkapan masyarakat yang menyampaikan komentar kritis di media sosial dan saluran independen. Masalah kronis penegakan hukum itu diperburuk dengan adanya politisasi kasus pidana dan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman yang menjadi pembicara dalam diskusi itu menyebut bahwa nilai kemerdekaan yang menjadi prinsip dasar berdirinya negara ini harus dipulihkan. Sebab, dia melihat saat ini ada pihak-pihak yang ingin memonopoli kebenaran dengan membenturkan nilai-nilai kemerdekaan. ”Uruslah kemerdekaan, maka kebenaran akan mengurus dirinya sendiri,” ujarnya.
Deputi Direktur Public Virtue Research Institute (PVRI) Anita Wahid menambahkan pihaknya meminta negara melindungi para mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya. Bukan malah melakukan tindakan represi yang makin membuat kualitas demokrasi di Indonesia makin merosot. ”Jadi kami minta mahasiswa (yang menyampaikan aspirasi) dilindungi, bukan direpresi,” tuturnya.
Sementara itu, Juru Bicara (Jubir) Presiden Fadjroel Rachman berjanji akan menyampaikan hasil kajian para akademisi tersebut kepada Jokowi. Dia menyebut risalah yang sebagian besar telah dipresentasikan dalam forum diskusi Australian National University (ANU) itu akan menjadi catatan presiden untuk melakukan perbaikan. ”Kita berjuang bersama memperbaiki demokrasi,” tuturnya. (tyo/jpg)