Achmad Jayadi alias Pak De (52), harus berurusan dengan hukum karena membeli minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hasil curian. Hal itu terungkap dalam pengakuannya di Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur. Perbuatan tersangka dilakukannya saat membeli CPO hasil pencurian Kusuma Deny seharga Rp 1 juta dan Bahrin dengan harga Rp 270 ribu pada 13 Agustus 2021. Tersangka kembali membeli CPO curian pada Kusuma Deny dan Firman Pratama dengan harga Rp 800 ribu dan Rp 5 juta pada 15 dan 16 Agustus.
Kemudian, pada 16 Agustus, Kusuma Deny dan Firman Pratama kembali menjual CPO curian dengan harga Rp 8 juta, namun hanya dibayar Rp 7 juta, karena Rp 1 juta untuk tersangka. ”Karena saat itu saya ikut bongkar, sehingga saya bayar Rp 7 juta saja,” kata tersangka saat pelimpahan berkas tahap II di Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur.
Tersangka melakukan perbuatannya itu pada 13-16 Agustus 2021 di Jalan M Hatta. CPO tersebut berasal dari PKS PT Sarana Titian Permata (STP) Wilmar Group untuk diangkut ke bulking PT Wilmar Nabati Indonesia di Pelabuhan Bagendang.
Akibat perbuatannya, tersangka dibidik dengan Pasal 480 ke-1 dan ke-2 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Dia mengaku dapat keuntungan sebesar Rp 2,8 juta dari hasil penjualan CPO tersebut. Total penjualan CPO itu sebesar Rp 20,7 juta. ”Dari penjualan itu saya dapat untung Rp 2,8 juta,” kata tersangka. Akibat perbuatannya, PT MDP mengalami kerugian sebesar Rp 53,3 juta.
Sementara itu, tersangka lainnya dalam kasus itu, Firman Pratama (29) bersama sopir truk CPO Kusuma Deny Ariadi (33), menjual CPO hasil curian sebesar Rp 12,8 juta. Padahal, nilai CPO yang mereka curi sebesar Rp 53,3 juta. ”Kami jual Rp 90 ribu per ember,” ucap salah satu tersangka saat pelimpahan berkas tahap II di Kejaksaan Negeri Kotim.
Saat itu mereka dapat hasil penjualan CPO itu sebesar Rp 5 juta, kemudian dijual kembali sebanyak 10 drum dengan harga Rp 8 juta. Kepada jaksa kedua tersangka mengaku tidak memiliki izin mengambil dan menjual CPO tersebut, hingga merugikan PT MDP yang bertanggung jawab atas pengangkutan CPO milik PT Sarana Titian Permata, anak perusahaan Wilmar Grup. “Uang hasil penjualan CPO tersebut kami bagi dua,” ujar tersangka. (ang/ign)