Arogansi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Desa Patai, Kecamatan Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur, PT Wana Yasa Kahuripan Indonesia (WYKI), menyulut emosi warga. Perusahaan tersebut diduga mengerahkan ratusan sekuriti untuk memanen buah sawit di areal Koperasi Cempaga Perkasa.
Warga berusaha melawan dugaan panen ilegal oleh anak perusahaan Makin Grup itu hingga nyaris terjadi baku hantam di kantor besar perusahaan, Rabu (3/11). Koperasi Cempaga Perkasa merupakan pemilik izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKn) di wilayah itu.
Aksi panen membuat warga marah, karena sebelumnya mereka sepakat tidak melakukan aktivitas di areal tersebut. Selain menentang panen, warga juga memasang baliho dan spanduk di halaman kantor WYKI yang menyatakan areal kantor itu juga masuk wilayah izin IUPHKn koperasi.
”Kemarin kami sudah sepakat, tidak ada aktivitas sebelum mediasi di Polres Kotim,” kata penanggung jawab IUPHKn Koperasi Cempaga Perkasa, Suparman.
Suparman mempertanyakan tindakan perusahaan yang menanen sawit di areal tersebut, padahal tidak memiliki izin. Perlawanan sengit warga membuat pihak perusahaan langsung menarik sekuriti mereka dari lahan, karena sejumlah warga meradang akibat pengingkaran kesepakatan tersebut.
Warga meminta agar sawit yang dipanen tidak dijual. ”Di sini izin kami. Kalian tidak punya izin dan lahan ini tidak pernah kami jual,” tegas Suparman.
Pihak satuan pengamanan (satpam) yang mencoba beradu argumen dengan warga, tak berkutik lantaran nyaris jadi sasaran amukan warga yang naik pitam. ”Kalian jangan ikut-ikutan. Tahu tidak kalian ini areal izin kami,” ujar Suparman. Anggota IUPHKn Nur Muhammad, menyesalkan perusahaan yang melakukan aktivitas tersebut. Harusnya menunggu hasil mediasi. ”Mereka memanen tanpa ada izin dari kami selaku pemegang izin,” katanya.
Manager PT WYKI Ontoro tak bisa memberikan keterangan terkait hal tersebut. Menurutnya, hal itu bukan kewenangannya dan ada bidang lain yang menanganinya di perusahaan. ”Cuma, yang saya tahu, bahwa kami sudah dilaporkan ke mana-mana, baik itu ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), kejaksaan, maupun pemerintah. Kita tinggal tunggu keputusannya seperti apa,” ucapnya.
Terkait permintaan warga, dia menyatakan akan menyampaikan ke pimpinan. ”Saya tidak punya kapasitas. Apa yang jadi aspirasi masyarakat saya sampaikan,” ujarnya.
Mengenai pengerahan sekuriti di lapangan, dia juga tidak bisa berkomentar dengan alasan yang sama, ada bidang lain yang menangani. ”Untuk mediasi di Polres (Kotim), saya tidak tahu siapa yang koordinasi di sana, karena ada bidangnya sendiri. Saya hanya diperintahkan melakukan panen,” jelasnya.
Sementara itu, Suparman kembali menegaskan agar PT WYKI segera angkat kaki di areal izin mereka. Pasalnya, di areal izin seluas 704 hektare itu, berdiri sejumlah bangunan kantor perusahaan perkebunan dan tanaman sawit.
Menurut Suparman, spanduk yang meminta PT WYKI angkat kaki, sudah dipasang sejak Senin (1/11) lalu. ”Kami minta mereka angkat kaki, karena areal ini masuk dalam IUPHKn kami. Tolong, stop aktivitas, jangan ada pemanenan!” tandasnya. (ang/ign)