Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Lamandau kembali membongkar praktek prostitusi yang terjadi di wilayah setempat, Jumat (5/11) pekan lalu. Dalam Operasi Cipta Kondisi atau razia penyakit masyarakat di wilayah Kecamatan Menthobi Raya ini mereka berhasil menjaring lima Pekerja Seks Komersial (PSK), dua pria sebagai mucikari dan satu pria sebagai pemandu tempat karaoke.
Seperti biasa, setelah digiring ke markas Satpol PP, mereka diberikan konseling dengan psikolog, tes HIV dan Covid-19. Kemudian mereka dipulangkan oleh Dinas Sosial ke daerah asalnya.
Kasatpoldam melalui Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum (Kabid Trantibum) Satpoldam Lamandau, Hendroplin mengungkapkan bahwa dalam sebulan terakhir, tak kurang dari 22 perempuan yang diduga Pekerja Sek Komersial (PSK) berhasil diamankan dan telah diberi sanksi tegas.
“Selama operasi penertiban PSK di beberapa tempat seperti hotel/penginapan, warung remang-remang serta barakan/kos, khususnya bulan Oktober kemarin, ada terjaring sebanyak 22 orang diduga PSK selama kurang lebih 14 hari kegiatan razia,” ungkap Hendroplin saat menggelar pres rilis di Aula Mako Satpoldam, Senin (8/11).
Dijelaskannya bahwa para penyedia jasa prostitusi itu menggunakan berbagai cara untuk mencari pria hidung belang, mulai dari menawarkan secara langsung hingga menggunakan aplikasi online (Michat). Untuk membongkar kasus prostitusi online, pihaknya tidak serta merta bisa langsung menangkap dan mengamankan terduga PSK. “Sebelum operasi, kita lakukan penyamaran. Bahkan anggota kita berpura-pura sebagai pelanggan dengan menggunakan aplikasi Michat. Setelah dipastikan yang bersangkutan adalah PSK, barulah diamankan,” tegasnya.
Selain dilakukan pendataan, mereka (PSK), juga diminta untuk membuat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya. Jika ke depannya mereka masih terjaring lagi, maka pihaknya akan membawa kasus ini ke persidangan dengan dikenakan pasal Tipiring.
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Hendroplin, mereka mengakui bahwa untuk sekali kencan, tarif yang mereka tawarkan bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu untuk prostitusi online. Sementara yang di warung remang-remang atau tempat karaoke biasanya bertarif Rp 250 ribu. Dengan pelaku berusia antara 19 hingga 45 tahun.
“Dari 22 orang ini merupakan pemain baru karena sebelumnya belum pernah terjaring, karena sistem mereka biasanya rolling, berpindah-pindah tempat. Oleh karena itu apabila nanti masih ditemukan dalam kegiatan razia, maka akan ditindak lebih tegas lagi sesuai peraturan yang berlaku,” pungkasnya. (mex/sla)