Banjir yang kembali melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah, terutama Kota Palangka Raya, memperlihatkan buruknya mitigasi bencana oleh pemerintah. Akibatnya, dampak yang ditimbulkan sangat besar. Ribuan warga dilaporkan mengungsi. Selain itu, aktivitas perekonomian warga terganggu.
Radar Sampit mencatat, sebelum terjadi banjir, nyaris tak ada upaya mitigasi dari pemerintah. Padahal, peringatan ancaman bencana hidrometeorologis telah dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan diharapkan mengantisipasi dampak fenomena suhu lautan pasifik La Nina.
Adapun mitigasi bencana, merupakan tindakan untuk mengurangi dampak serta risiko bahaya lewat tindakan proaktif yang diambil sebelum bencana terjadi. Kemudian, mengurangi kerusakan dan kerugian ekonomi, termasuk infrastruktur yang mungkin ditimbulkan. Selain itu, meningkatkan pengetahuan masyarakat menghadapi dan mengurangi risiko bencana, supaya masyarakat bisa hidup dengan aman dan nyaman.
Faktanya, dari banjir yang melanda sejumlah wilayah Palangka Raya, upaya mitigasi tak dilakukan. Padahal, banjir besar sebelumnya juga melanda wilayah itu pada September lalu, yang berdampak mengungsinya ribuan warga akibat rumah terendam. Selain itu, sejumlah fasilitas juga rusak.
Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Sandi Alfadien Mustofa mengatakan, jajarannya terus berupaya melakukan evakuasi masyarakat terdampak. Kemudian, melaksanakan patroli dan memastikan kesehatan warga. ”Kami terus melakukan upaya konkret untuk penanganan banjir saat ini,” ujarnya, Senin (15/11).
Sandi mengungkapkan, banjir telah merendam sebanyak 4.132 rumah yang tersebar di lima kecamatan dan 16 kelurahan. Ketinggian antara 5-100 cm. Kecamatan terdampak banjir, di antaranya Pahandut, Pahandut Seberang, Jekan Raya, Sebangau, Bukit Batu, dan Rakumpit.
Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin mengatakan, pemerintah telah menetapkan status tanggap darurat banjir. Pihaknya akan bergerak cepat dalam penanganan terhadap warga terdampak.
”Kami tetapkan status tanggap darurat banjir sejak 12 November. Sekarang ada 17 kelurahan tercatat terendam dan sekitar sembilan ribu jiwa terdampak. Status tanggap darurat ini berlaku selama 14 hari atau sampai 25 November 2021. Setelah itu pemerintah daerah akan mengevaluasi menyesuaikan kondisi bencana alam,” ujarnya.
Fairid menegaskan, penanganan banjir dilakukan dengan segera saat bencana terjadi untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan. Upaya itu meliputi, penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana, dan sarana.
Pantauan Radar Sampit, luapan air semakin meluas, terutama di kawasan Mendawai. Warga silih berganti dievakuasi ke posko banjir. Sebagian warga lainnya mengungsi ke rumah kerabat. Banjir di lokasi itu juga merendam Pasar Kahayan, sehingga aktivitas perekonomian terganggu.
Windi (25), salah seorang warga Mendawai mengatakan, banjir tersebut merupakan terparah yang pernah terjadi di lokasi tersebut. Selama ini air hanya merendam halaman rumahnya. Namun, kali ini sampai masuk ke rumah. Dia dan keluarganya terpaksa mengungsi ke rumah kerabat yang tak terdampak banjir. (daq/ign)