Seorang abdi negara di Kabupaten Kapuas, Ys, memanfaatkan jabatannya untuk mengeruk keuntungan. Posisinya sebagai Bendahara Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kapuas, digunakan untuk memeras kepala desa saat mengajukan pencairan alokasi dana desa (ADD) dan dana desa.
Perkara tersebut telah memasuki sidang perdana dengan terdakwa Ys di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya, 24 November lalu. Sidang akan dilanjutkan besok (8/11) dengan agenda pemeriksaan saksi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kiki Indrawan dalam dakwaannya mengatakan, terdakwa meminta dan menerima sejumlah uang dari kades minimal Rp 50 ribu dan maksimal Rp 350 ribu untuk proses pengajuan pencairan ADD dan DD. Praktik jatah haram itu berlangsung pada 2015, 2016, 2017, dan 2018.
”Terdakwa mengerjakan sesuatu bagi dirinya sebagai Bendahara PPKD dengan memaksa kades di Kapuas untuk memberikan sejumlah uang. Apabila kades tidak memberikan uang tersebut, terdakwa memperlambat proses pencairan ADD dan DD dengan waktu sekitar tiga sampai lima hari. Namun, apabila kades memberikan uang, proses pencairan akan selesai dikerjakan hanya dalam waktu satu sampai dua hari,” ujarnya.
Kiki melanjutkan, situasi tersebut sengaja dikondisikan terdakwa agar setiap kades menyetor sejumlah uang. Apabila jatah tak diberikan, pencarian tak bisa cepat dilakukan dengan beragam alasan, seperti tidak ada petugas atau atasan yang berwenang sedang rapat.
Perbuatan Ys dinilai melanggar Pasal 12 Huruf (e) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
”Dalam dakwaan subsidair, perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandasnya. (rm-107/ign)