Pencabutan sejumlah izin konsesi di sektor kehutanan berpotensi menimbulkan konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Pemerintah daerah perlu menindaklanjuti masalah itu dan memperjelas status perusahaan yang izinnya dicabut untuk menghindari sengketa.
Hal tersebut disampaikan sejumlah warga saat mendatangi Kantor DPRD Kotim untuk meminta penjelasan mengenai tindak lanjut keputusan Kementerian LHK terkait pencabutan izin tersebut. ”Kami berharap Pemkab Kotim atau DPRD bisa menindaklanjuti ke pemerintah pusat mempertanyakan areal yang dicabut perizinannya itu,” kata Suparman, warga ikut mendatangi DPRD Kotim, Rabu (12/1).
Suparman menuturkan, mereka juga bingung dengan keputusan pemerintah pusat tersebut. Seharusnya yang lebih dulu ditindak adalah perusahaan perkebunan yang tidak mengantongi perizinan dalam berusaha. ”Harusnya kebun-kebun yang dalam investasinya tidak mengantongi legalitas sesuai ketentuan perizinan itu yang ditindak sebelum pencabutan izin yang ada kemarin,” ujar Suparman.
Meski demikian, pihaknya mendukung penuh kebijakan pemerintah pusat terkait hal tersebut. Diharapkan izin konsesi yang dicabut bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya sekadar ”ganti baju” dari manajemen perusahaan sebelumnya. Berkaitan dengan sejumlah izin yang dicabut tersebut, lanjutnya, masyarakat perlu diberikan pemahaman. Hal itu agar tidak menimbulkan konflik baru di lapangan.
Pencabutan izin berpotensi memunculkan kelompok yang mengklaim areal yang dianggap sudah dicabut izinnya. ”Jangan sampai pemahaman muncul ketika dicabut izinnya, masyarakat leluasa menguasai dan mengklaim kembali lahan yang ada kelapa sawitnya. Karena ini sama saja akan menjebak masyarakat. Kebijakan itu jika tidak dibarengi dengan penjelasan lebih lanjut bisa menjebak masyarakat kita sendiri,” kata dia.
Suparman menegaskan, hal demikian bisa terjadi bagi warga yang tidak memahami prosedur dengan langsung main klaim lahan perusahaan. ”Nah, hal semacam ini harus diberikan penjelasan bagaimana skemanya. Kalau memang dikembalikan kepada masyarakat, apakah melalui ketentuan Permen LHK 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial atau ada skema lainnya,” katanya. (ang/ign)