Rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kotim terkait sengketa perkebunan PT Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP) dengan warga Desa Ramban, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, belum menemui titik terang penyelesaian. Warga kecewa dengan hasil pertemuan itu, karena dinilai tak berat sebelah. ”Rapat ini tidak ada maknanya. Kelihatan sekali tidak ada keberpihakan terhadap kami, masyarakat,” kata koordinator aksi Karliansyah, Rabu (26/1).
Menurut Karliansyah, rapat tersebut hanya terkesan asal dilaksanakan. Bahkan, legislator dinilai tak berusaha mengejar persoalan dan menggali dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Padahal, substansi desakan masyarakat salah satunya mengenai perizinan perusahaan tersebut dinilai tidak ketentuan. ”Fakta lapangan itu sudah terjadi (terkait dugaan pelanggaran, Red). Karena itu kami tidak terima perlakukan seperti ini. Hasilnya nol. Masyarakat tetapi jadi korban. Yang jelas, kami akan melakukan aksi besar-besaran sampai apa yang kami perjuangkan bisa terlaksana,” tegas Karliansyah.
”Ingat, ke depannya masyarakat jangan mau dikasih uang lagi. Kelihatan dari hari ini bagaimana mereka memperlakukan kita,” tambah Karliansyah tanpa menjelaskan lebih jauh maksud pernyataannya. Pantauan Radar Sampit, rapat tersebut berjalan sejak pukul 10.00 WIB. Kericuhan sempat terjadi di awal rapat, karena DPRD Kotim dinilai membatasi jumlah warga yang boleh masuk dalam ruangan rapat paripurna. Nyaris terjadi baku hantam antara massa dengan staf DPRD Kotim. Warga yang jumlahnya ratusan memaksa masuk ke dalam gedung. Pelaksanaan rapat sendiri berjalan alot dengan tiga kali skorsing.
Skorsing pertama karena menunggu kedatangan Ketua Gapoktan Bagendang Raya, pelapor 12 warga Desa Ramban ke polisi yang dituding mencuri sawit. Setelah pengurus Gapoktan hadir, yakni Dadang dan Sekretarisnya Iswanur, rapat kembali dilanjutkan. Dalam penjelasannya, Dadang mengatakan, sebelum pihaknya membuat laporan terkait pencurian sawit, jauh telah melakukan upaya persuasif agar warga tidak melakukan panen di atas lahan tersebut. ”Enam warga sebelumnya sudah divonis dengan kekuatan hukum tetap di Pengadilan,” tuturnya.
Iswanur mengungkapkan, sebenarnya pihaknya tak ingin memenjarakan warga. Akan tetapi, hal itu terpaksa dilakukan untuk memberikan efek jera. Meski mendapat penjelasan tersebut, warga tetap menuntut agar 12 orang yang diproses hukum dan ditahan Polres Kotim agar dibebaskan. Mereka meminta kepastian Polres Kotim untuk mengambulkan desakan tersebut. Kasat Intel Polres Kotim AKP I Gede Arya menegaskan, keinginan tersebut tidak bisa dipenuhi. Kalaupun ada hal yang ingin dipertanyakan, seharusnya warga langsung mendatangi Kantor Polres Kotim. (ang/ign)