Skandal buruknya pengelolaan pasar di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mencuat ke permukaan. Seorang mantan pejabat Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar (Disperindagsar) Kotim, AS (55), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus jual-beli lapak pasar. Tersangka diduga menipu pedagang dengan menerima setoran dari pedagang untuk mendapatkan lapak pasar.
Akan tetapi, lapak yang dijanjikan tak kunjung diberikan. Nilainya disebut-sebut mencapai ratusan juta. Akibatnya, AS dipolisikan dan dijebloskan ke penjara karena menjalankan praktik haram tersebut. Informasi dihimpun Radar Sampit, Rabu (2/2), AS merupakan mantan kepala seksi yang mengurus sejumlah pasar. Dia resmi dikerangkeng pekan lalu oleh penyidik Polres Kotim.
”Iya, (tersangka) ditahan Senin (24/1) lalu,” kata Bambang Nugroho, kuasa hukum tersangka. AS resmi jadi tersangka setelah ditetapkan penyidik kepolisian pada 11 Januari 2022. Perkara yang dilaporkan seorang pedagang berinisial IR ini naik ke penyidikan pada 3 November 2021 lalu. AS diduga melakukan penipuan dalam penjualan lapak pasar di Jalan Ahmad Yani Sampit pada Desember 2019 silam kepada korban. Setelah uang disetorkan kepada tersangka dengan harga bervariasi, lapak yang dijanjikan tak kunjung diterima korban. Korban yang merasa dirugikan akhirnya membawa masalah itu ke proses hukum. Menurut Bambang, AS tidak akan menanggung sendiri kasus tersebut. Apalagi AS sebelumnya merupakan salah satu juru kunci di instansi tempatnya bertugas. Dia telah meminta kliennya agar membongkar siapa saja yang terlibat dalam masalah itu.
Pasalnya, lanjut Bambang, AS berani menarik setoran uang untuk pembelian lapak pedagang atas persetujuan atasannya saat itu. Karena itu, hal yang dilakukan AS atas sepengetahuan pimpinannya. Selain itu, lanjut Bambang, kliennya mengaku membagikan uang hasil praktik haram tersebut kepada sejumlah pihak. Kliennya telah mengantongi saksi untuk menyeret pihak selanjutnya agar turut bertanggung jawab. Uang itu disetor tersangka kepada oknum tersebut tanpa kuitansi atau bukti penyerahan.
”Namun, saat itu ada rekan tersangka satu kantor yang melihat penyerahan uang. Nah, ini yang kita harapkan agar dibongkar, karena saksi-saksi penyerahan uang hasil tindak pidana itu dibagi-bagikan,” tegas Bambang. Bambang yakin AS tak akan berani menarik uang tersebut jika tidak ada atasannya yang memberikan ruang terkait kebijakan tersebut. ”Harus diusut sampai tuntas. Jangan hanya satu orang saja yang jadi tumbal,” tandasnya. (ang/ign)