SAMPIT – Pengungkapan perkara penipuan jual-beli lapak pasar diharapkan tak hanya berhenti pada satu tersangka, AS. Praktik mafia tersebut diduga kuat melibatkan pejabat lainnya. Penyidik Polres Kotim didesak mengusut tuntas aliran uang haram tersebut dan menjerat para pelakunya.
Hal itu disampaikan kuasa hukum AS, Bambang Nugroho, Rabu (9/2). Berdasarkan keterangan kronologis yang disampaikan penyidik, ujarnya, mantan ASN di lingkungan Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pasar (Disdagperin) tersebut menawarkan kios berdasarkan legalitas berupa surat keputusan Kepala Disdagperin Kotim saat itu.
Secara logika, kata Bambang, AS yang saat itu hanya bawahan dan menjabat sebagai kepala seksi, tak akan berani memungut uang sebesar Rp 10 juta untuk lapak ukuran kecil dan Rp 25 juta untuk ukuran besar apabila tidak ada izin atasannya. Mengingat nilai yang dijual tidak kecil, AS mustahil bermain sendirian tanpa seizin atasannya.
”Kami harap jangan sampai kasus klien kami ini dilokalisir. Penyidik kami minta agar mengembangkannya dan menelusuri aliran uang itu ke mana saja. Siapa yang ikut menikmatinya agar diproses secara hukum juga," tegas Bambang.
Bambang menuturkan, kasus tersebut harus dijadikan pintu masuk untuk membongkar praktik ilegal lainnya dalam penyelolaan pasar di Kotim. Pasalnya, persoalan jual-beli lapak pedangan merupakan masalah lama yang seakan sulit diungkap.
”Kami yakin ada oknum kuat yang ikut bermain selama ini. Kami tantang penyidik untuk membongkar semuanya,” katanya.
Bambang berharap di bawah pimpinan AKBP Sarpani, Polres Kotim bisa membongkar kasus mafia jual-beli lapak pedagang. Pasalnya, selama bertahun-tahun belum ada pimpinan Polres Kotim yang bisa membongkar praktik tersebut. Padahal, masalah itu sudah menjadi rahasia umum.
Sebelumnya, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar (Disperdagin) Kabupaten Kotim mempersilakan AS buka-bukaan dalam perkara yang menjeratnya. Terduga mafia pasar itu diminta terbuka apabila memiliki bukti kuat sesuai pernyataannya.
”Silakan saja diungkap secara transparan kalau memang ada buktinya, bahwa dana setoran yang didapat dari jual-beli kios dibagikan ke atasan," kata Zulhaidir, Kepala Disdagperin Kotim.
Zulhaidir mengatakan, tindakan AS yang jelas-jelas menyalahi kewenangan sebagai ASN itu diketahuinya setelah satu per satu pedagang mendatangi Kantor Disperdagin Kotim untuk menuntut lapak yang sudah dibayarkan ke terduga mafia pasar tersebut.
”Ada keluhan dari pedagang. Ada yang datang ke rumah, bahkan ada yang sampai sakit-sakitan karena sudah membayar setoran lapak dengan jumlah yang cukup besar. Dari situ baru ketahuan,” ungkapnya.
Dia menegaskan, relokasi pedagang untuk menempati lapak/kios tak dikenakan biaya, namun harus melalui pengundian. ”Semua lapak itu nol persen, alias gratis. Asalkan dapat dibuktikan pedagang lama dan benar-benar memanfaatkan lapak untuk berjualan. Prosesnya juga dilakukan transparan melalui pengundian yang dihadiri instansi dan aparat kepolisian,” ujarnya.
Namun, faktanya, satu kios atau lapak dijual seharga Rp 15-20 juta oleh AS. Puluhan pedagang yang menjadi korban pun tak jelas nasibnya.
Dalam perkara tersebut, polisi mengamankan 12 barang bukti pembayaran dari seorang pedagang sebesar Rp 92 juta. Selain bukti kuitansi, penyidik juga mengamankan barang bukti lainnya berupa Surat Keputusan Kepala Disperindagsar tentang Penempatan Pedagang di Pasar eks Mentaya Theater.
Kapolres Kotim AKBP Sarpani mengatakan, kejadian berawal ketika pelaku menawarkan sejumlah warga untuk membeli lapak kios di Pasar eks Mentaya Theater pada Desember 2019. AS menawarkan harga kios mulai dari Rp 10 juta - Rp 25 juta untuk ukuran besar. Karena percaya, sejumlah pedagang sepakat membeli kios tersebut.
”Saat itu para korbannya ada membeli delapan kios berukuran kecil dan dua kios berukuran besar. Jika ditotalkan, semuanya mencapai Rp 180 juta,” kata Sarpani.
Seiring berjalannya waktu, para korban menyetorkan sejumlah uang sesuai harga jual yang ditawarkan, dengan menggunakan bukti pembayaran. Setelah lunas, korban mendapatkan surat keterangan dari Kepala Disperindagsar tentang Penempatan Pedagang di Kios Pasar eks Mentaya Theater oleh tersangka.
”Namun, sampai Kepala Disperindagsar berganti, para korban tidak bisa menempati kios yang dibeli, dengan alasan SK tersebut sudah tidak berlaku,” ujarnya.
Korban lalu minta pertanggungjawaban AS agar mengembalikan uang yang sudah disetorkan. Namun, tersangka belum bisa mempertanggungjawabkannya. Korban yang tak terima lalu melaporkannya ke polisi. Penyidik langsung memproses kasus tersebut hingga akhirnya menetapkan AS sebagai tersangka. (ang/ign)