SAMPIT – Polemik alat kelengkapan DPRD Kotim yang berujung pada retaknya soliditas di lembaga tersebut secara tidak langsung telah mengorbankan rakyat. Dualisme AKD bakal mengganggu kinerja legislatif, terutama dalam memperjuangkan aspirasi. Berbagai agenda penting bisa terhambat apabila masalah itu tak ada solusi.
Indikasi terganggunya aktivitas di lembaga tersebut terlihat ketika sejumlah agenda DPRD Kotim terpaksa dibatalkan pada Rabu dan Kamis (16-17/2). Informasi dihimpun, pertemuan dengan mitra kerja DPRD, mulai dari Komisi I, II, dan III, semuanya dibatalkan.
Internal DPRD Kotim menyebutkan, perwakilan instansi Pemkab Kotim diduga enggan menghadiri pertemuan lantaran internal DPRD Kotim yang masih berkecamuk. ”Informasinya pertemuan tak jadi karena pihak SOPD tidak ada yang berani hadir. Entah apa alasannya,” kata salah seorang staf DPRD Kotim.
Alat kelengkapan DPRD merupakan bagian penting berjalannya aktivitas legislator. Pengesahan reposisi AKD yang tak melibatkan PDIP dan Demokrat, berbuntut tak diakuinya AKD yang baru meski telah disahkan melalui rapat paripurna yang dilakukan lima fraksi, yakni Golkar, Gerindra, Nasdem, PAN, dan PKB.
Fraksi PDIP menegaskan masih tetap berpegangan pada susunan AKD lam. Mereka tak mengakui susunan AKD baru, di mana posisi PDIP sebagai Ketua Komisi I yang sebelumnya dijabat Agus Seruyantara diganti Mariani dari Fraksi Golkar dan Wakil Ketua Komisi II yang sebelumnya dipegang Paisal Darmasing diganti Hj Darmawati (Golkar).
Situasi tersebut secara tidak langsung membuat jabatan di AKD terjadi dualisme. Kondisi demikian berpotensi membuat semua kegiatan yang wakil rakyat itu tak berjalan efektif.
Komisi DPRD Kotim yang merupakan bagian dari AKD, memiliki sejumlah tugas penting, di antaranya memastikan berjalannya penyelenggaraan urusan pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan; membahas rancangan perda; mengawasi pelaksanaan perda; membantu penyelesaian masalah yang dihadapi pimpinan; menerima dan menindaklanjuti aspirasi yang diadukan masyarakat; dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Batalnya sejumlah agenda DPRD tersebut direspons Ketua Komisi IV Kurniawan Anwar. Dia membantah kegiatan pertemuan komisinya dengan mitra kerja dibatalkan, melainkan hanya ditunda.
”Ada yang hadir, ada juga yang tidak. Bagi mereka yang tidak hadir alasannya karena melaksanakan isomasi mandiri. Selain itu, kami juga mengakui kegiatan itu memang terlalu mendadak, sehingga tidak bisa dilaksanakan dan harus ditunda,” kata Kurniawan.
Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim Muhammad Abadi menegaskan, eksekutif tidak bisa terlalu jauh mencampuri urusan internal AKD. Sebab, jika eksekutif ikut campur, berpotensi mengganggu harmonisasi antara esekutif dan legislatif yang selama ini sudah terbangun dengan baik. ”Tentunya urusan internal DPRD tidak bisa dicampuri karena ini lembaga politik,” tegasnya.
Informasi diterima Radar Sampit, surat undangan pertemuan DPRD Kotim terhadap mitra kerja itu hanya ditandatangani Wakil Ketua I DPRD Kotim Rudianur, tanpa tanda tangan Ketua DPRD Kotim Rinie Anderson. Rinie sendiri tak masuk kantor seperti biasa.
”Masih dalam kondisi kurang enak badan, sehingga harus istirahat dulu,” kata Rinie ketika dikonfirmasi. Dia terakhir kali masuk kantor saat rapat paripurna pertama penyusunan AKD baru Senin (14/2) lalu. Setelah menskor paripurna, srikandi wakil rakyat itu tak lagi terlihat.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan Rimbun dan Paisal Darmasing yang aktif mengantor hanya memasuki ruang fraksi. Rimbun yang sebelumnya duduk di Komisi I mengatakan, dia hadir ke DPRD, namun hanya ke ruangan Fraksi PDIP. Sebab, pihaknya sudah memiliki sikap politik tidak mengakui hasil reposisi AKD terbaru. (ang/ign)