Bawang merah ilegal diduga beredar di pasaran. Sebagian pedagang dibuat resah karena kehilangan pelanggan. Pendapatan mereka pun anjlok. ”Sudah dua pekan ini sejak harga bawang merah naik, diduga beredar bawang merah importir masuk dari Kalbar. Disana kan tidak ada pertanian,” kata pedagang di Pasar Jalan MT Haryono, Jumat (18/2).
Menurutnya, harga jual bawang merah yang diperoleh dari Petani Purbolinggo dan Bima mengalami kenaikan dari harga di kisaran Rp 30-35 ribu per kg, menjadi Rp 40 ribu per kg. ”Sepekan terakhir harga bawang merah eceran Rp 40-45 ribu per kg. Sebelumnya, harga ecer Rp 30-35 ribu per kg dan harga partai Rp Rp 31-33 ribu per kg naik menjadi Rp 22-23 ribu per kg,” ujarnya.
Tingginya harga bawang merah lokal, lanjutnya, menjadi kesempatan importir mendatangkan bawang merah, sehingga menimbulkan persaingan harga dan persaingan kualitas yang membuat pedagang bawang merah lokal sepi peminat. ”Saya menduga ini penyebabnya karena bawang merah lokal naik, bawang merah impor masuk. Harganya lebih murah, bawangnya lebih besar.
Pedagang yang jualan bawang merah lokal menjadi resah, karena banyak pelanggan beralih membeli bawang merah impor,” katanya. Pedagang bawang merah lokal menduga, bawang merah yang didatangkan dari Kalbar merupakan barang ilegal. ”Kami menduga bawang merah impor ini ilegal. Bawang merah kami duga dari Thailand dibawa ke Malaysia, dikirim lewat Kalbar lanjut lewat darat sampai Sampit. Kalau memang bawang merah itu legal, kenapa pemasok tidak langsung pengiriman lewat Jawa. Dari Banjarmasin saja tidak bisa, kok bisa sampai lolos Sampit?” ujar pedagang lainnya.
Bawang merah yang diduga impor tersebut telah dipasarkan ke sejumlah pasar tradisional, seperti Pasar Subuh dan Pasar Sajumput. ”Informasi dengan teman pedagang, sudah ada 18 kg yang dipasarkan dan ada masuk lagi 200 sak. Harga per kg-nya di kisaran Rp 30 ribu. Kebantinglah sama harga bawang merah lokal,” ujarnya. Pedagang berharap pemerintah mengusut tuntas peredaran bawang merah impor yang diduga ilegal. ”Bukan hanya pedagang yang resah. Perekonomian petani lokal terganggu, pemerintah jelas dirugikan. Pedagang, termasuk sebagian agen menolak peredaran bawang merah impor,” ujarnya.
Pedagang menginginkan agar Pemkab Kotim melakukan inspeksi mendadak dan operasi pasar. ”Saya ini kasihan karena importirnya juga kawan. Saya tidak ingin mereka terlibat sampai ke ranah hukum, sehingga kami berharap pemerintah mengusut tuntas dan memberikan teguran tegas kepada importir maupun pemasok,” tandasnya. (hgn/ign)