Sengketa perkara tambang batubara di Kalimantan Tengah antara PT TGM dan PT KMI dalam ranah hukum pidana masih ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri. Kasus ini berawal dari masalah wanprestasi dimana PT KMI tidak membayar bagi hasil atas batubara yang telah dijual ke China dan dalam negeri. Atas hal itulah PT KMI tidak membayar bagi hasil kepada PT TGM sebagai pemegang IUP yang sah, maka Hery sebagai pendiri dan salah satu pemegang saham PT TGM yang pada tahun 2019 tidak mau lagi menandatangani dokumen pengangkutan batubara. Dan PT KMI juga menganggap PT TGM sengaja menghambat kegiatan operasi penambangan PT KMI di lokasi wilayah tambang batubara PT TGM.
Kuasa hukum PT TGM, Onggowijaya mengatakan Wang Xiu Juan selaku Direktur PT KMI telah melaporkan Hery ke Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 06 September 2019 atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan atas uang yang ditransfer dari rekening pribadinya ke rekening Hery dalam kurun waktu 2008- 2012. “Hery baru mengenal Wang Xiu Juan alias Susi sekira tahun 2012, lalu mengapa Wang Xiu Juan dapat mentransfer uang ke rekening pribadi Hery pada 2008-2012 ? Hal itu karena sesungguhnya Hery hanya mengenal Wang Feng (kakak kandung Susi yang WNA China) sejak 2008,” kata Onggowijaya dalam keterangannya, Jumat (4/3/2022).
Menurut Onggowijaya, rekening Heri dipinjam oleh Wang Feng untuk menerima uang dari Wang Xiu Juan karena Wang Feng tidak memiliki rekening bank di Indonesia. Hal itu pun dipertanyakan pihaknya, sebab tidak mungkin ada orang (susi) yang mentransfer uang ke rekening orang yang tidak dikenal apabila tidak ada perintah dari orang yang dikenal si pengirim uang. “Keterangan ini sudah disampaikan pada BAP dalam penyidikan tanggal 18 dan 22 Oktober 2021 di Bareskrim, oleh karena itu patut diduga terjadinya perubahan riwayat data perseroan PT KMI pada Ditjen AHU sangat berkaitan erat dengan kapan Wang Xiu Juan masuk di PT KMI. Data riwayat PT KMI pada Juni 2021 tertera Wang Xiu Juan pertama kali menjadi komisaris dan pemegang saham PT KMI pada 14 November 2012 tetapi pada data Februari 2022 telah berubah dimana Wang Xiu Juan masuk di KMI 13 Mei 2009, siapa yang mengubah data tersebut?
Dan apa dasar perubahan data tersebut? Apakah ada keterlibatan oknum Ditjen AHU dalam perkara ini dan apa kepentingannya? Ini harus diusut tuntas oleh Kemenkumham,” ujarnya. Onggowijaya menuturkan, benang merah permasalahan hukum antara PT TGM dan PT KMI berawal dari adanya MOU perjanjian Kerjasama Operasi Produksi Bagi Hasil yang disepakati pada tahun 2012. Di mana kala iti masih berlangsung perkara perdata wanprestasi di Pengadilan. PT TGM yang menuntut ganti rugi terhadap PT KMI karena menjual batubara tanpa membayar hak bagi hasil kepada PT TGM.
Sementara PT KMI membuat narasi seolah- olah uang untuk Wang Feng (kakak kandung Wang Xiu Juan) yang ditransfer oleh Wang Xiu Juan dari rekening pribadinya melalui rekening Hery pada 2008-2012 adalah uang untuk mendirikan PT. TGM, padahal sejatinya rekening Hery hanya dipinjam oleh Wang Feng untuk menerima dana. Selain itu, PT KMI selalu membuat narasi ke semua pihak bahwa PT KMI memiliki PT TGM karena uang pendirian PT TGM berasal dari PT KMI. “Kami berpendapat bahwa narasi tersebut dibuat-buat padahal diketahui PT KMI berdiri tahun 2005 dan PT TGM berdiri tahun 2008, secara logika hukum jika benar PT KMI adalah pemilik PT TGM lalu mengapa PT KMI menandatangani MOU dengan PT TGM pada tahun 2012? Ini sama saja seperti PT TGM sebagai pemilik rumah menyewakan rumah ke PT KMI dimana PT KMI membuat dekorasi interior yang mahal, karena PT KMI tidak membayar sewa maka PT TGM memutuskan kontrak,” ujarnya.
Saat ini, kata Onggo, Hery yang telah berusia lanjut merasa dizolimi karena bertahun-tahun harus melalui proses penyidikan yang melelahkan. Padahal menurut Hery semua yang dituduhkan adalah tidak benar dan berharap agar Kepolisian benar-benar dapat mencermati apa motif laporan KMI terhadap dirinya. Tak hanya itu, dalam sengketa tambang batubara ini ditengarai ada orang-orang asing WNA China di belakang PT KMI sebagai pemodal dan berada di belakang layar kasus ini.
Menurut Onggowijaya, ada beberapa nama orang WNA China seperti Lee Jun Liang dan Mr. Wang yang diduga sebagai pemodal PT KMI dan yang mem-backup Wang Xiu Juan. “Kami telah bertemu banyak orang yang mengaku sebagai wakil PT KMI diantaranya ada Mr. Wang, IY yang mengaku sebagai kuasa dari PT KMI, CH yang mengaku sebagai wakil PT KMI, dan mereka semua mengatakan bahwa uang modal PT KMI yang digunakan dalam kegiatan penambangan berasal dari penghimpunan dana masyarakat di Fujian China sekitar 600 miliar”, katanya. Lebih lanjut, Kami tidak ada hubungan hukum dengan masyarakat di China dan itu adalah tanggung jawab dan risiko usaha PT KMI karena tidak membayar hak bagi hasil kepada PT TGM. Seharusnya penyidik bareskrim memeriksa Lee Jun Liang WNA China dan diselidiki dari mana klaim PT KMI telah berinvestasi 600 miliar?
"Kami juga menduga bahwa laporan SPT Pajak PT KMI tidak sesuai dengan pengakuannya berinvestasi di PT TGM sekitar 600 miliar, oleh karena itu Kami meminta Ditjen Pajak segera mengusut PT KMI dan PT KPM (perusahaan afiliasi PT KMI), dan seluruh kontraktor tambang atau afiliasi yang terlibat permasalahan PT KMI ini,” ujarnya. Lebih lanjut Onggo menjelaskan bahwa PT TGM merasa diperas pihak-pihak tertentu yang mengaku sebagai wakil dari PT KMI yang meminta PT TGM untuk mengganti rugi 600 miliar kepada PT KMI dengan dalih upaya mendamaikan kedua belah pihak. Padahal PT KMI sendiri di pengadilan meminta ganti rugi 18,3 miliar.
Selain itu Hery sebagai pemegang saham PT TGM juga merasa tidak diperlakukan adil dan hak-hak nya tidak dipenuhi oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri. Ia juga mengaku pernah diperiksa secara marathon dari jam 10 pagi sampai jam 2 pagi, dan turunan BAP tanggal 18 dan 22 Oktober 2021 sampai dengan saat ini tidak diberikan oleh penyidik padahal itu adalah hak yang ditetapkan UU.
“Klien Kami pernah diperiksa dari jam 10 pagi sampai jam 2 pagi lagi, itu jelas suatu pelanggaran HAM sebagaimana diatur Perkap 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar HAM Dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian, sesungguhnya perkara ini adalah permasalahan hukum perdata dan seluruh uang yang dikeluarkan KMI sejak penandatangan MOU merupakan kewajiban PT KMI yang lahir dari suatu hubungan kontraktual dalam lingkup hukum perdata, klien Kami Heri pernah diperiksa pada tanggal 18 dan 22 Oktober 2021 sebagai tersangka, tetapi sampai hari ini klien kami belum pernah diberikan Turunan BAP nya oleh kepolisian padahal Kami telah meminta turunan BAP tersebut melalui surat sebagaimana hak tersangka yang diatur oleh UU.
Karena itu, ia menghimbau agar sebaiknya proses hukum terhadap kliennya menunggu putusan perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur pasal 81 KUHP. Ia juga mencermati bahwa salah satu bukti audit keuangan yang digunakan dalam proses penyidikan terhadap kliennya diduga adalah bukti yang ilegal dan cacat formil.
Hal itu karena ada pembatasan jangka waktu audit keuangan berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Di mana dalam Permenkeu tersebut batasan audit laporan keuangan adalah maksimal 6 tahun. “Lalu bagaimana pihak KMI bisa mengajukan audit dari 2008 dan anehnya penyidik seakan-akan menutup mata atas hal ini. Diduga audit keuangan dilakukan tahun 2020 atau 2021 terhadap historis keuangan tahun 2008-2012, ada apa ini dan apakah ada pihak-pihak yang melakukan intervensi atas kasus ini? Jika audit tahun 2008 – 2012 seharusnya bukti audit keuangan dilakukan selambatnya- lambatnya tahun 2014 -2018. Kami akan mengambil langkah hukum tegas baik perdata maupun pidana terhadap setiap Akuntan Publik yang melanggar hukum dalam perkara ini,” tuturnya. (fir/pojoksatu)