Tim teknis Pemkab Kotim dan DPRD Kalimantan Tengah akhirnya turun langsung ke Desa Tumbang Ramei, Kecamatan Antang Kalang, terkait sengketa dengan perkebunan PT Bintang Saksi Lenggana (BSL). Hasil pengecekan tersebut akan dibahas lagi di tingkat Pemkab Kotim terkait keputusan yang akan diambil nantinya. Informasi dihimpun Radar Sampit, tim tersebut menemui warga di balai pemerintah desa. Mereka di antaranya anggota DPRD Kalteng Alexius Esliter, Asisten II Alang Arianto, Asisten I Diana Setiawan, Kepala Dinas Pertanian Sepnita, Kepala DPMPTSP Kotim Imam Subekti, Dinas PUPRPRKP Kotim, dan Camat Antang Kalang Soni Dehen.
Tim bertugas selama empat hari melakukan pengecekan lapangan pada areal PT Bintang Sakti Lenggana. Dari balas desa, pertemuan dilanjutkan dengan cek lapangan di areal yang masuk perizinan PT BSL. Secara faktual, areal yang masuk perizinan merupakan tempat warga bergantung hidup. Adapun wilayah Desa Tumbang Ramei yang masuk areal izin perluasan perkebunan tersebut sekitar 4.000 hektare. Izin itu diberikan pemerintah melalui Sistem Online Single Submission (OSS) pada 2020.
Kepala Desa Tumbang Ramei Natalis mengatakan, pihaknya telah didatangi tim teknis Pemkab Kotim. Namun, dia belum mengetahui hasil tinjauan tersebut. ”Sudah ada tim yang terdiri dari beberapa orang datang untuk menindaklanjuti persoalan izin BSL di Tumbang Ramei,” katanya. Dia menuturkan, persoalan itu akan dibawa untuk dibahas lebih lanjut di tingkat Pemkab Kotim. ”Hari ini hanya cek lapangan saja yang dilakukan tim dari berbagai unsur,” kata Natalis, Selasa (13/12). ”Pertemuan ini juga tindak lanjut dari pertemuan dengan Bupati Kotim sebelumnya,” tambahnya lagi. Sementara itu, Camat Antang Kalang Soni Dehen mengatakan, kegiatan itu merupakan cek lokasi sebagaimana yang ditugaskan Bupati Kotim Halikinnor. Tim juga melakukan pertemuan serta mengambil titik koordinat dan melakukan pemetaan geografis menggunakan drone.
Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya telah menegaskan akan mempertahankan hutan sekitar 4.000 hektare di Desa Tumbang Ramei. Bahkan, dia mengambil ancang-ancang mencabut izin di wilayah desa itu, meski izin itu sedang berproses. Bahkan, selangkah lagi akan jadi Hak Guna Usaha (HGU). Menurut Halikinnor, lahan itu akan dijadikan sebagai hutan monumental. Apalagi hutan itu merupakan hutan asli dengan kayu langka dan usia ratusan tahun. ”Saya ingin jadikan hutan di Tumbang Ramei ini segai hutan monumental dan tetap dipertahankan, karena mungkin hutan semacam ini tidak ada lagi yang lain,” katanya, beberapa waktu lalu.
Ekspansi PT BSL, anak perusahaan NT Corps, mengancam kawasan hutan di wilayah Desa Tumbang Ramei seluas sekitar 4.000 hektare. Warga melakukan perlawanan dan menolak kawasan hutan yang menyimpan kekayaan alam Kotim itu dibabat untuk perkebunan. PT BSL mengantongi izin dengan total 9.566 hektare. Luasannya tersebar di Desa Tumbang Ngahan, Sungai Puring, Kuluk Telawang, Tumbang Kalang, Tumbang Manya, Tumbang Ramei, Tumbang Hejan, dan Tumbang Ngahan. Izin di wilayah Desa Tumbang Ramei merupakan izin usaha perkebunan (IUP), perluasan lokasi yang disetujui pemerintah daerah per 1 Oktober 2020. Ekspansi itulah yang ditolak warga setempat. (ang/ign)