KASONGAN - Pemerintah Kabupaten Katingan menyikapi kondisi cuaca dan dampak Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di bumi Penyang Hinje Simpei.
Saat ini, seluruh wilayah Katingan telah memasuki puncak musim kemarau sebagaimana yang telah disampaikan BMKG.
Bupati Katingan Sakariyas menyebutkan, puncak musim kemarau diperkirakan terjadi dari Agustus hingga September, bahkan berpeluang hingga November 2023 karena peningkatan efek El Nino yang semakin menguat.
Mengacu pada data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Katingan bahwa mulai mengalami musim kemarau pada Minggu ketiga di Juli 2023, hal ini ditandai dengan tidak terjadi hujan selama 30 hari terhitung mulai tanggal 21 Juli hingga 20 Agustus 2023.
Perubahan suhu udara dari bulan-bulan sebelumnya berkisar 20 hingga 36 derajat celsius menjadi 19 hingga 37 derajat celsius selama 1 hingga 29 Agustus 2023
"Terhitung mulai 26 hingga 29 Agustus 2023 tidak terjadi hujan. Maka, kondisi kemarau seperti saat ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran udara terutama akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) karena terjadi peningkatan titik panas (hotspot) secara signifikan, frekuensi dan luas Karhutla bertambah signifikan dan timbulnya kabut asap," jelasnya.
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Katingan Yobie Sandra mengatakan, jumlah hotspot meningkat tajam dari Juli 2023 sebanyak 71 titik menjadi 566 titik dari 1 hingga 29 Agustus 2023 atau peningkatan hotspot sebesar 797 persen dari bulan sebelumnya. Walaupun terjadi hujan pada 21 Agustus sebanyak 158 mm dan 25 Agustus 2023 sebanyak 69 mm dan kondisi cuaca berfluktuasi dari cerah ke berawan atau mendung.
Namun hal ini hanya memberikan dampak yang relatif kecil terhadap pengurangan terjadinya Karhutla, karena cakupan hujan tersebut dominan hanya terjadi di wilayah tengah Kabupaten
Katingan.
“Dampak hujan tersebut hanya memberikan waktu satu hari
bebas Karhutla, yaitu pada 23 Agustus 2023 dengan tidak ditemukan hotspot pada hari tersebut,” tukasnya. (sos/fm)