SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Jumat, 08 September 2023 11:59
Sikat Sindikat Mafia Pertanahan untuk Redam Konflik Masa Depan

Konflik lahan antara masyarakat dengan investor di Kabupaten Kotawaringin Timur rentan memancing pertikaian dan ketidakstabilan kondusifitas daerah. Karena itu, bara konflik sebaiknya tak terus dibiarkan, namun harus diredam agar tak semakin banyak pihak yang dirugikan. Praktisi Hukum di Kota Sampit Agung Adisetiyono mengatakan, salah satu contoh persoalan terkini konflik lahan, yakni dugaan perampasan tanah atau kebun masyarakat di irigasi Danau Lentang, Desa Luwuk Bunter. Masalah itu bisa jadi momentum mencegah dan meredam konflik besar di kemudian hari.

”Saya menyarankan agar kasus itu segera ditangani dan diambil alih pemerintah daerah dengan mencari di mana titik persoalannya. Di satu sisi perusahaan terus menggarap karena merasa sudah membayar, di sisi lain masyarakat pemilik lahan tidak pernah menerima ganti rugi. Artinya, ada pihak ketiga yang mendapatkan keuntungan di balik konflik itu,” tegas Agung, Rabu (6/9/2023).

Agung menuturkan, dugaan masyarakat adanya sindikat mafia yang menjual tanah warga tentunya bisa saja terjadi. Sebab, mafia tanah sejatinya tidak bisa dilakukan secara individual, tetapi melibatkan oknum pejabat desa hingga pemerintahan. ”Saya kira pintu masuk itu memang harus penegak hukum memproses, kenapa bisa demikian? Bagaimana bisa ada penggarapan lahan di kebun masyarakat? Kebanyakan kasus lahan di Kotim awalnya karena dijual oknum tertentu dan bekerja sama dengan oknum perusahaan juga,” tegas Agung. Seharusnya, kata dia, proses pembebasan lahan harus melibatkan pihak terkait, terutama pemerintah desa. Tak mungkin kepala desa tidak mengetahui lahan itu merupakan kebun milik warganya sendiri. Agung mendorong masyarakat berani melaporkan persoalan tersebut melalui jalur hukum pidana. Apalagi mereka saat ini memiliki tanam tumbuh di atasnya, sehingga hal itu merupakan bukti bahwa mereka menguasai, mengelola, hingga menduduki lahan tersebut secara terus menerus dan berkelanjutan. ”Harus didorong untuk dibawa ke ranah hukum saja masalahnya. Kalaupun masyarakat takut, bisa menggandeng ormas yang konsen terhadap hak-hak masyarakat lokal,” ujarnya.

Dia juga mendorong agar perusahaan yang berkonflik memiliki iktikad menyelesaikan, supaya tidak menjadi permasalahan berkelanjutan dengan warga sekitar. ”Saya yakin kalau masalah ini tidak selesai, sampai kapan pun konflik warga dan perusahaan akan terus terjadi. Hanya persoalan waktu. Dan ini jadi ancaman sewaktu-waktu bagi investasi itu sendiri, sehingga sangat disayangkan,” tegasnya. Konflik antara warga Desa Luwuk Bunter dengan perkebunan PT Borneo Sawit Perdana (BSP) telah berjalan tiga bulan terakhir ini. Tanah warga yang berada di dalam irigasi primer maupun sekunder digarap menggunakan alat berat.

Warga mengaku tidak  pernah menjual lahan mereka. Padahal, lahan tersebut sudah dikelola sekitar sepuluh tahun terakhir. Selama mereka mengelola tidak pernah ada masalah. Namun, sejak ekspansi perkebunan yang konon dijadikan kebun koperasi plasma, tanah tersebut digusur dan tanam tumbuhnya diberangus.

Persoalan tersebut jadi sorotan publik, mulai dari DPRD Kotim, DPRD Kalteng, hingga Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng. Warga konsisten tetap menduduki lahan itu. Sebagai bentuk protes, dalam waktu dekat mereka akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran hingga menutup akses perusahaan. (ang/ign)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers