Mengenai bocornya dokumen anggaran Sekretariat DPRD Kotim ke publik, pengamat politik dan kebijakan publik di Kotim, Muhammad Gumarang menegaskan hal itu bukan masalah. Pasalnya, otoritas anggaran sejatinya adalah masyarakat. Pemerintah hanya sekadar pengguna. ”Kalau disebut DPA (Dokumen Pelaksana Anggaran) ini adalah hal yang sakral, tabu diketahui publik, saya kira perlu diluruskan pemahaman demikian, karena undang-undang tidak mengklasifikasikan dokumen anggaran sebagai rahasia negara. Justru sudah selayaknya dibuka ke publik, karena masyarakat yang memiliki anggaran itu, sementara pemerintah hanya pengguna,” tegasnya.
Pengamat politik dan kebijakan publik lainnya, Riduan Kesuma mengatakan, DPA bukan rahasia negara yang harus ditutupi. Sebaliknya, apabila dokumen tersebut sengaja ditutupi dari publik, potensi penyimpangan dan permainan anggaran sangat besar. ”Pak Sekwan sepertinya perlu memperbarui Undang-Undang tentang informasi publik,” kata Riduwan, Selasa (19/9/2023). Riduwan menuturkan, DPA merupakan nilai keseluruhan pagu anggaran untuk kegiatan di suatu lembaga atau SOPD dalam satu tahun dan disusun secara rasional, transparan, dan bisa diketahui publik. Contohnya, spanduk berisi APBDes yang biasa dipasang di depan kantor desa agar diketahui masyarakat.
”Jika DPA tertutup atau sengaja ditutup-tutupi, maka potensi nilai sesuatu yang disusun tersembunyi dalam DPA berpotensi ada unsur praktik korupsi,” jelasnya. Dia melanjutkan, DPA harusnya disampaikan dan diketahui publik. Baik diminta ataupun tidak, supaya semua pembiayaan kegiatan dari lembaga atau SOPD bisa diawasi masyarakat. Lebih lanjut dia mengatakan, terkuaknya anggaran fantastis di DPRD Kotim telah melukai masyarakat. ”Persoalan ini sangat melukai hati dan perasaan masyarakat Kotim. Masyarakat sulit mendapat penghasilan dan membayar pajak, tapi di lain pihak anggaran dewan yang nilanya sangat fantastis malah dihambur-hamburkan dengan dalih untuk kepentingan kegiatan dewan,” katanya. (ang/hgn/ign)