SAMPIT – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dinilai memiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi guru di tengah arus transformasi digital dan tantangan global. Organisasi profesi yang menaungi para pendidik ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak perubahan pendidikan yang lebih maju, inklusif, dan berkeadilan.
Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kotim Masri menyampaikan, guru di era saat ini tidak cukup hanya menjadi pengajar. Guru dituntut untuk menjadi pembelajar aktif, inovatif, serta adaptif terhadap perubahan zaman.
“PGRI harus mendorong seluruh anggotanya untuk terus mengembangkan diri, meningkatkan profesionalisme, dan memperkuat peran sebagai agen perubahan. Guru bukan sekadar pendidik, tapi pencetak generasi cerdas, berkarakter, dan mampu bersaing di era global,” ujarnya, saat menghadiri Konferensi Kabupaten (Konkab) di Sekretariat PGRI Kotim, Sabtu (21/6).
Masri juga menyampaikan Pemkab Kotim membuka ruang kemitraan yang kuat dengan PGRI, terutama dalam menyukseskan program-program strategis di bidang pendidikan. Ia berharap PGRI turut berperan dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan berkualitas hingga ke pelosok daerah.
Terkait permohonan bantuan hibah yang disampaikan PGRI, Masri menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima usulan tersebut dan akan memproses sesuai mekanisme yang berlaku.“Permohonan hibah memang ada masuk. Namun, karena keterbatasan anggaran dan efisiensi, maka tidak bisa dieksekusi tahun ini. Kita upayakan masuk dalam program tahun depan,” terangnya.
Sementara itu, Ketua PGRI Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Diplan, dalam kesempatan itu menyampaikan sejarah panjang lahirnya organisasi guru tersebut. Ia menuturkan bahwa PGRI telah eksis sejak sebelum Indonesia merdeka, dimulai pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda. Kemudian berkembang menjadi Persatuan Guru Indonesia pada 1932 dan resmi menjadi PGRI pada 25 November 1945, hanya 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan.
“PGRI lahir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memperjuangkan kesejahteraan guru. Kedua misi ini harus terus kita jalankan bersama-sama,” paparnya.
Ia menekankan, kesejahteraan guru masih menjadi isu yang harus terus diperjuangkan. Salah satunya, PGRI memperjuangkan Undang-Undang Perlindungan Guru, agar para pendidik bisa bekerja dengan aman tanpa tekanan maupun intimidasi.
“Banyak guru saat ini yang mengalami tekanan. Hal kecil saja, seperti menegur atau menjewer murid, bisa dilaporkan ke pihak berwajib. Ini perlu perlindungan hukum,” tegas Diplan.
Diplan mengibaratkan PGRI sebagai sebuah pohon yang kokoh. “Jika Bapak Ibu guru berada di batang pohon, jadilah batang yang kokoh menopang. Jika sebagai daun, rindangilah sekitar. Jika sebagai bunga, tebarkan keharuman. Jika sebagai buah, jadilah buah yang manis. Bahkan jika sebagai akar yang tidak tampak, tetaplah mencengkeram kuat agar pohon tetap berdiri tegak,” pungkasnya. (yn/gus)